Rabu, 18 April 2012

Peluang Perempuan Terpilih di Parlemen Tergantung Modal

Peluang Perempuan Terpilih di Parlemen Tergantung Modal
Media Indonesia, Kamis 19 April 2012


SEMARANG--MICOM: Pengamat politik Universitas Diponegoro Semarang Fitriyah menilai, peluang perempuan duduk di parlemen, baik DPR maupun DPRD, pada pemilu mendatang masih tergantung pada modal. 

"Peluang keterpilihan perempuan masih tergantung dari akumulasi tiga modal, yakni modal ekonomi, sosial, dan klan politik," katanya di Semarang, Kamis (19/4). 

Hal itu, kata Fitriyah, karena aturan dalam UU Pemilu yang baru disahkan DPR tidak banyak perubahan dibandingkan dengan UU Pemilu yang lama, kecuali hanya ambang batas parlemen (parliamentary threshold) yang semula 2,5% menjadi 3,5%. 

Selama ini, katanya, perempuan yang terpilih adalah mereka yang mampu mengelontorkan modal-modalnya yang kuat. Selain itu, mereka yang terpilih antara lain karena anak dan istri atau menantu kepala daerah, atau mereka yang sebelumnya pernah menjabat sebagai anggota dewan, serta artis. 

"Jadi yang terpilih ya itu-itu lagi. Orang baru yang tidak memiliki tiga modal tersebut akan susah," kata Fitriyah yang juga mantan Ketua KPU Jawa Tengah itu. 

Secara teori affirmative action atau tindakan khusus berupa keterwakilan perempuan minimal 30% di legislatif, katanya, sangat menguntungkan, tetapi diperlukan komitmen dari partai politik tidak sekadar mengajukan calon perempuan dalam daftar calon. 

Ia menjelaskan, komitemen partai politik yang diperlukan adalah menjadikan perempuan yang dicalonkan harus terpilih dengan cara memasangnya di daerah pemilihan strategis atau "gemuk" dan dengan nomor urut yang baik. 

Selama ini, katanya, perempuan biasanya ditempatkan di nomor 3, 6, 9. Nomor 3 untuk memenuhi persyaratan. Padahal satu daerah pemilihan biasanya mendapatkan kursi satu atau dua, kecuali di daerah gemuk bisa meraih tiga hingga empat kursi. 

Ia mengemukakan, adanya putusan MK yang mengubah ketentuan nomor urut menjadi suara terbanyak, menjadikan perempuan yang nomor urutnya besar kembali bersemangat untuk ikut berjuang. 

"Akan tetapi hasil dari sebuah penelitian, ternyata mereka yang terpilih karena suara terbanyak tersebut adalah mereka yang memiliki modal kuat, yakni modal politik (incumbent) dan berasal dari keluarga dinasti pejabat eksekutif atau partai politik dan dipasang di nomor urut 'cantik'," katanya. 

Jika dilihat bagaimana pemilih menentukan pilihan, katanya, hasil penelitian juga menyebutkan adanya kecenderungan pemilih tertarik dengan nomor urut kecil. 

Akan tetapi, justru mereka yang dipasang di nomor urut kecil adalah mereka yang mempunyai modal ekonomi, sosial, dan politik. 

"Pada pemilu ke depan, nasib keterwakilan perempuan hampir sama dengan pemilu sebelumnya. Keterpilihan yang diserahkan kepada pemilih, sangat tergantung dengan tiga modal tersebut," demikian Fitriyah.

3 komentar:

Zorra mengatakan...

iya Pak klw mau no urutnya 1 duitnya harus bnyak,,,yg kere no urut akhr,,,,,ya Derita,,,,,!!!

Kirain nmr cantik itu hanya nmr HP/nmr kendaraan,,,,,ternyata ada nmr cantik lain jg yyy,,,,,hehehe

Zorra mengatakan...

iya pak,,,,,klw mau no urut 1 duitnya harus bnyak,,,,ya klw yg keree no urut nya akhr,,,,deriitaaa,,,,ko bs ya?
bayarnya k sp?d pake buat apa?
tak adil,,,

Kirain nmr cantik itu nmr HP/nmr kendaraan sj,,,,ada jg nmr cantik yg lain,,,,Heuuu

Mohammad Ali Andrias.,S.IP.,M.Si mengatakan...

bener...tapi kembali lagi..sekarang ada suara terbanyak...sehingga tidak perlu lagi takut ditempatkan di no urut akhir...Mahkamah KOnstitusi sudah merubah hal ini...sehingga kembali ke masyarakat dan parpol...layakkah perempuan berpolitik dan ikut bertarung merebut kursi kekuasaan

Entri Populer