Antara Seks, Politik, dan Kekuasaan
JAKARTA, KOMPAS.com -- Mana yang lebih memalukan dan berakibat fatal di politik? Korupsi atau ketika tingkah tidak senonoh politisi tersebar ke masyarakat? Di Indonesia, mungkin jawabannya adalah ketika adegan seks atau tidak senonohnya tersebar.
Wa Ode Nurhayati masih menjadi anggota DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional meski ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi karena kasus dugaan korupsi dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah. Partai Demokrat juga masih mempertahankan Angelina Sondakh di DPR meski Putri Indonesia 2001 itu ditetapkan sebagai tersangka.
Namun, Arifinto, politisi dari Partai Keadilan Sejahtera, segera mundur dari DPR ”hanya” karena kepergok membuka situs porno saat Rapat Paripurna DPR, April 2011. Yahya Zaini, politisi dari Fraksi Partai Golkar, juga mundur dari DPR karena video tidak senonoh antara dia dan seorang penyanyi tersebar di masyarakat. Max Moein, dari PDI-P, pada 2008 juga diberhentikan sebagai anggota DPR karena diduga melakukan pelecehan seksual terhadap anggota stafnya.
Kini, skandal serupa muncul lagi lewat beredarnya gambar dan video adegan tidak senonoh yang diduga melibatkan anggota DPR berinisial KMN. Kasus ini memang masih berjalan. Namun, jika melihat kasus-kasus sejenis sebelumnya, penyelesaiannya dapat diperkirakan.
Namun, skandal seks dalam politik tidak hanya terjadi di Indonesia. Presiden Amerika Serikat Bill Clinton pada 1998 pernah direpotkan oleh skandal akibat hubungannya dengan staf Gedung Putih, Monica Lewinski. Sementara itu, meski menyangkal, (mantan) Perdana Menteri Italia Silvio Berlusconi juga pernah dituding melakukan hubungan seks dengan perempuan di bawah umur.
Akhirnya, seks memang menjadi (salah satu) senjata paling ampuh untuk menghancurkan seseorang di politik. Namun, seks juga dapat menjadi senjata efektif untuk mendapatkan kekuatan dan kekuasaan politik.
Cleopatra yang lahir tahun 69-an sebelum Masehi dikenang sebagai sosok yang menggunakan seks dan kecantikannya untuk memenangi pertarungan politik. Agar tidak terbuang dari lingkaran elite Istana Mesir, dia menikah dengan Ptolemeus XIII, saudaranya. Untuk mengatasi kudeta yang dirancang pendukung saudaranya, dia bersekutu dan menikah dengan Kaisar Romawi Julius Caesar, lalu Mark Antony
Mengutip Michel Foucault, filsuf Perancis, kekuasaan dan seksualitas memang saling mengintervensi. Seksualitas menjadi wacana publik. Bagaimana seksualitas diwacanakan adalah ungkapan dari kekuasaan. Ini terlihat, misalnya, ketika kekuasaan berusaha mempelajari dan mengintervensi pembicaraan tentang seks demi pengaturan pertumbuhan penduduk.
Hendrawan Supratikno, anggota DPR dari Fraksi PDI-P, menuturkan, tanpa memiliki ”rem” yang kuat, anggota DPR akan mudah terjebak dan hancur oleh masalah seks. ”Kekuasaan membuat anggota DPR dapat menikmati segala sesuatu secara berlebihan. Namun, jika ’pedal gas’ terus diinjak untuk menikmatinya tanpa kontrol, kehancuran akan datang sewaktu-waktu, tanpa diduga, dan mungkin terlihat konyol. Misalnya lewat skandal seks,” katanya. (M Hernowo)
0 komentar:
Posting Komentar