Senin, 02 April 2012

Membangun Oposisi Menuju Demokrasi Substansial (Tinjauan Kritis Tenggelamnya Oposisi Partai Politik Pada Pemerintahan SBY Jilid II )

Membangun Oposisi Menuju Demokrasi Substansial

(Tinjauan Kritis Tenggelamnya Oposisi Partai Politik

Pada Pemerintahan SBY Jilid II )





Mohammad Ali Andrias

1. Staf Pengajar Program Studi Ilmu Politik FISIP Universitas Siliwangi Tasikmalaya
2. Alumni Jurusan Ilmu Politik FISIP Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Tahun 2005

 

Abstrak
Ketidakberdayaan munculnya partai politik yang berani mengatakan menjadi oposisi pemerintahan pada kabinet SBY jilid II, merupakan fenomena politik yang “unik” dalam membangun demokrasi. Selama sejarah perpolitikan di Indonesia selain pangkal permasalahan adalah sistem politik yang memungkinkan oposisi di Indonesia tidak bisa tumbuh dan berkembang dengan baik, akibat sentralistik, elitisme, dan antipublik, namun juga berpusar pada kekakuan struktur politik dan keterbelakangan sikap kultural masyarakat Indonesia yang paternalistik. Maka kerapkali kita selalu membaca dan menganalisis bahwa perkembangan kehidupan oposisi bertumpu pada kata demokratisasi.
Gelombang demokrasi yang substansial menjadi agenda penting di Indonesia, namun perlu ada komitmen pula dari wakil-wakil rakyat dan golongan menengah untuk memperbaiki sistem politik di Indonesia. Jangan sampai pandangan Lord Acton terhadap kekuasaan menjadi hal lumrah di Indonesia. Pemerintahan yang dipimpin oleh siapapun, jika sistem politik dan kultur yang sudah menjadi tradisi tidak akan menghadirkan sikap oposisi yang berani dan mantap
Sekalipun agak klise, namun tampaknya memang inilah agenda utama sistem politik kita saat ini. Yakni demokratisasi dalam pengertiannya yang mendasar (fundamental) dan substansial. Yang menjadi kebutuhan operasional dan konkret saat ini pertama-tama adalah memperbaiki cara pandang kita tentang proses demokratisasi. Demokrasi yang ditarik dan menumpukkan diri pada sebuah lingkaran elit politik cenderung akan menghasilkan sebuah demokrasi semu dan setengah hati. Diperlukan cara pandang baru yang melihat demokratisasi sebagai sebuah proyek massal yang menyentuh penguatan seluruh elemen masyarakat sipil. Demokratisasi dengan demikian tidak dipandang sebagai “gerakan menanti negara berhati baik”, melainkan gerakan mendesak untuk mengubah sikap negara melalu perubahan komposisi politik di dalamnya.

Partisipasi Pemilukada dan Ancaman Golput (Telaah Teori Rational Choice Terhadap Perilaku Pemilih)

Partisipasi Pemilukada dan Ancaman Golput
(Telaah Teori Rational Choice Terhadap Perilaku Pemilih)

Oleh : Mohammad Ali Andrias






ABSTRAK
Setelah mendapatkan kebebasan berekspresi dan berpendapat, serta melakukan partisipasi politik pada era reformasi ini. Kedewasaan politik rakyat Indonesia kembali diuji melalui pemilu. Serentetan peristiwa tersebut secara de facto and de jure telah memberi pelajaran penting untuk pengembangan demokratisasi di Indonesia. Hajatan politik yang tidak kalah meriahnya di banding hajatan sebelumnya, yakni guna memilih dan menentukkan pasangan kepala daerah.
Dengan model pemilihan langsung, rakyat dapat “merdeka” menentukan siapa pemimpin daerahnya dan memiliki kedaulatan penuh untuk mengekspresikan hak-hak politiknya. Kekuasaan rakyat tidak lagi dimanipulasi oleh para anggota DPRD seperti model pemilihan sebelumnya. Esensinya adalah untuk membuat masyarakat dapat lebih mengenal figur, visi dan misinya ke depan untuk kesejahteraan masyarakat.
Paradigma pilkada langsung yang menempatkan rakyat sebagai “raja” dalam prosesnya telah menghadirkan analisis yang menarik tentang prospek demokratisasi di tingkat lokal. Di satu sisi diharapkan aspek-aspek positif muncul, seperti  partisipasi masyarakat, kebebasan memilih, akuntabilitas pemerintahan, dan lain-lain. Namun di sisi lain ada aspek negatif yang sangat sulit dihindarkan seperti permainan politik uang, konflik dan kekerasan politik, peran elit yang terlalu dominan untuk mempengaruhi pilihan masyarakat.
Namun demikian jangan mengabaikan kehidupan politik masyarakat Indonesia selama 10 tahun terakhir ini begitu dinamis, sulit diprediksi dan menjadi tantangan sendiri bagi politisi parpol untuk mendapatkan dukungan dari pemilih yang semakin rasional dan cerdas terhadap pilihan politiknya. Kemunculan golongan putih (golput) pasca reformasi justru semakin tidak terkendali dan sulit ditekan menjelang perhelatan pesta demokrasi (Pemilu).Apa alasannya, hingga cara untuk menekan angka golput, selalu menarik untuk diperbincangkan.


Entri Populer