Rabu, 04 April 2012

Patologi Birokrasi dan Pelayanan Publik

Review
Patologi Birokrasi dan Pelayanan Publik
Mohammad Ali Andrias, S.IP., M.Si











A. Arti Patologi Birokrasi
Istilah “patologi” hanya dikenal dalam ilmu kedokteran sebagai sesuatu penyakit. Namun belakangan analogi ini dikenal dalam ilmu politik untuk menyadur bahwa dalam realitasnya ada “penyakit” dalam tubuh pemerintahan. Namun bukan penyakit seperti halnya dalam ilmu kedokteran. Namun bisa dikatakan adanya penyakit akut yang sulit dihilangkan, terutama dalam birokrasi di Indonesia. Makna ini agar birokrasi pemerintahan mampu menghadapi tantangan yang mungkin timbul, baik yang bersifat politis, ekonomi, sosial kultural dan teknologi. Berbagai penyakit yang mungkin sudah deritanya atau mengancam akan menyerang perlu diidentifikasi untuk dicari solusi yang paling efektif. Harus diakui bahwa tidak ada birokrasi yang sama sekali bebas dari patologi birokrasi. Sebaliknya tidak ada birokrasi yang menderita “penyakit birokrasi sekaligus”.
Dalam paradigma Lord Acton yang dinyatakan bahwa kekuasaan cenderung korup, tapi kekuasaan yang absolute pasti korup, secara implisit juga menjelaskan birokrasi dalam hubungannya dengan kekuasaan akan mempunyai kecenderungan menyelewengkan wewenangnya. Dalam hal ini selain sistem, juga aparaturnya. Karena itu perlu dipikirkan pula para birokrat yang sudah terlalu lama berkuasa dan kecenderungan menggunakan wewenangnya. Ini juga terkait patologi birokrasi itu sendiri. Melihat kekuasaan birokrasi publik menjadi sangat luas dan kuat dalam Etzionu-Halevy (1983) :
1.          Semakin meningkatnya ruang intervensi pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
2.         Meningkatnya kompleksitas tugas pemerintahan
3.         Kemampuan untuk memanfaatkan teknologi yang semakin berguna dalam membuat keputusan politik.
4.        Memiliki sumber informasi
5.         Pejabat politik memiliki sumberdaya serta selalu ada (tidak dibatasi waktu/pergantian)
6.        Pejabat politik tidak selalu memiliki kepentingan atau kontrol terhadap seluruh persoalan birokrasi.
7.         Menurunnya kekuasaan parlemen
8.        Adanya proses pergantian kepemimpinan yang menjadi areal birokrasi mencari peluang atau pengaruh
Patologi birokrasi bisa juga diartikan sama dengan “penyakit birokrasi”. Peran birokrasi sebagai implementor dari kebijakan politik, atau dengan kata lain birokrasi sebagai penyelenggara pemerintahan, maka patologi birokrasi dapat diartikan sebagai persoalan atau permasalahan yang terjadi dalam penyelenggaraan pemerintahan akibat kinerja birokrasi tidak mampu dalam memenuhi kebutuhan publik dengan baik. Patologi birokrasi dapat saja terwujud dalam ketidakmampuan pejabat politik di eksekutif (terpilih karena mandat politik) atau persoalan kinerja pejabat publik yang terpilih, yakni pejabat di birokrasi yang menduduki jabatan akibat proses politik., atau karena kinerja pemimpin administratif, yakni birokrat karir yang menduduki jabatan karir di birokrasi. Atau birokrasi itu sendiri secara institusi, atau para agen pemerintah atau para birokrat yang tidak mampu memberikan kepuasan publik.
Dalam hal ini patologi birokrasi dapat dilihat dari perspketif kelembagaan, kepemimpinan politik di eksekutif, perilaku para elit birokrasi maupun perilaku para birokrat pelaksana itu sendiri, atau gabungan dari unsure-unsur tersebut.

B. Kategori dan Ruang Lingkup Patologi Birokrasi
Menurut Siagian, patologi birokrasi bisa dikelompokkan dalam lima kategori, diantara adalah :
1.     Patologi yang timbul karena persepsi dan gaya manajerial para pejabat di lingkungan birokrasi
2.    Patologi yang disebabkan karena kurangnya atau rendahnya pengetahuan dan keterampilan para petugas pelaksana berbagai kegiatan operasional
3.    Patologi timbul karena tindakan para anggota birokrasi yang melanggar norma-norma hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4.   Patologi yang dimanifestasikan dalam perilaku para birokrat yang bersifat disfungsional atau negatif
5.    Patologi yang merupakan akibat situasi internal dalam berbagai instansi dalam lingkungan pemerintahan.
Diantara kelima kategori tersebut memiliki begitu banyak bentuk atau macam patologi birokrasi, sebagaimana terlihat dalam tabel berikut ini :
Bentuk dan Macam Patologi Birokrasi
Persepsi, Perilaku, dan Gaya Manajerial
Kurangnya pengetahuan-Keterampilan
Tindakan Melanggar Hukum
Dimanifestasikan ke dalam Perilaku Disfungsional
Berkenaan dengan Situasi Internal Birokrasi
Penyalahgunaan wewenang dan jabatan
Ketidakmampuan menjabarkan kebijaksanaan pimpinan
Penggemukan biaya
Bertindak sewenang-wenang
Penempatan tujuan dan sasaran yang tidak tepat
Persepsi atas dasar prasangka
Ketidaktelitian
Menerima sogokan
Pura-pura sibuk
Kewajiban sosial sebagai beban
Mengaburkan masalah
Rasa puas diri
Ketidakjujuran
Paksaan
Eksploitasi
Menerima sogokan
Bertindak tanpa berfikir
Korupsi
Konspirasi
Ekstorsi
Pertentangan kepentingan
Kebingungan
Tindakan criminal
Sikap takut
Tidak tanggap
Cenderung mempertahankan status quo
Tindakan yang tidak produktif
Penipuan
Penurunan mutu
Pengangguran terselubung
Empire Building
Tidak adanya kemampuan berkembang
Kleptokrasi
Tidak sopan
Motivasi yang tidak tepat
Bermewah-mewah
Mutu hasil pekerjaan yang rendah
Kontrak fiktif
Diskriminasi
Imbalan yang tidak memadai
Pilih kasih
Kedangkalan
Sabotase
Cara kerja legalistis
Kondisi kerja yang kurang memadai
Takut pada perubahan, inovasi, dan resiko
Ketidakmampuan belajar
Tata buku tidak benar
Dramatisasi
Inconvenience
Penipuan
Ketidaktepatan tindakan
Pencurian
Sulit dijangkau
Pekerjaan tidak kompatibel
Sikap sombong
Inkompetensi

Sikap tidak acuh
Tidak adanya indikator kinerja
Ketidakpedulian pada kritik dan saran
Ketidakcekatan

Tidak disiplin
Kekuasaan kepemimpinan
Jarak kekuasaan
Ketidakteraturan

Inesia
Miskomunikasi
Tidak mau bertindak
Melakukan tindakan yang tidak relevan

Kaku
Misinformasi
Takut mengambil keputusan
Sikap ragu-ragu

Tidak berperikemanusiaan
Beban kerja yang terlalu berat
Sifat menyalahkan orang lain
Kurangnya Imajinasi

Tidak peka
Terlalu banyak pegawai
Tidak adil
Kurangnya prakarsa

Sikap lunak
Sistem pilih kasih
Intimidasi
Kemampuan rendah

Tidak peduli mutu kerja
Sasaran yang tidak jelas
Kurang komitmen
Bekerja tidak produktif

Salah tindak
Kondisi kerja yang tidak nyaman
Kurang koordinasi
Ketidakrapian

Semangat yang salah tempat
Sarana dan prasarana yang tidak tepat
Kurang kreativitas dan eksperimentasi
Stagnasi

Negativism
Perubahan sikap yang mendadak
Kredibilitas rendah


Melalaikan tugas

Kurangnya visi yang imajinatif


Tanggungjawab rendah

Kedengkian


Lesu darah

Nepotisme


Paparazzi

Tindakan tidak rasional


Melaksanakan kegiatan yang tidak relevan

Bertindak di luar wewenang


Red Tape

Paranoia


Kerahasiaan

Sikap opresif


Utamakan kepentingan sendiri

Patronase


Suboptimasi

Penyeliaan dengan pendekatan punitive


Syncophancy

Keengganan mendelegasikan


Tampering

Keenganan pikul tanggungjawab


Imperative wilayah kekuasaan

Ritualisme


Tokenism

Astigmatisme


Tidak profesional

Xenophobia


Sikap tidak wajar




Melampui wewenang




Vasted interest




Pertentangan kepentingan




Pemborosan


Adapun ruang lingkup patologi birokrasi itu sendiri bila menggunakan terminologi Smith berkenaan dengan kinerja birokrasi yang buruk, dapat dipetakan dalam dua konsep besar yakni :
1.     Disfunctions of bureaucracy, yakni berkaitan dengan struktur, aturan, dan prosedur atau berkaitan dengan karakteristik birokrasi atau birokrasi secara kelembagaan yang jelek, sehingga tidak mampu mewujudkan kinerja yang baik, atau erat kaitannya dengan kualitas birokrasi secara institusi.

2.    Mal administration, yakni berkaitan dengan ketidakmampuan atau perilaku yang dapat disogok, meliputi :perilaku korup, tidak sensitive, arogan, misinformasi, tidak peduli dan bias, atau erat kaitannya dengan kualitas sumber daya manusianya atau birokrat yang ada di dalam birokrasi.

0 komentar:

Entri Populer