Patologi Birokrasi dan Pelayanan Publik
Mohammad Ali Andrias, S.IP., M.Si
A. Arti Patologi Birokrasi
Istilah “patologi” hanya dikenal dalam ilmu kedokteran sebagai sesuatu penyakit. Namun belakangan analogi ini dikenal dalam ilmu politik untuk menyadur bahwa dalam realitasnya ada “penyakit” dalam tubuh pemerintahan. Namun bukan penyakit seperti halnya dalam ilmu kedokteran. Namun bisa dikatakan adanya penyakit akut yang sulit dihilangkan, terutama dalam birokrasi di Indonesia. Makna ini agar birokrasi pemerintahan mampu menghadapi tantangan yang mungkin timbul, baik yang bersifat politis, ekonomi, sosial kultural dan teknologi. Berbagai penyakit yang mungkin sudah deritanya atau mengancam akan menyerang perlu diidentifikasi untuk dicari solusi yang paling efektif. Harus diakui bahwa tidak ada birokrasi yang sama sekali bebas dari patologi birokrasi. Sebaliknya tidak ada birokrasi yang menderita “penyakit birokrasi sekaligus”.
Dalam paradigma Lord Acton yang dinyatakan bahwa kekuasaan cenderung korup, tapi kekuasaan yang absolute pasti korup, secara implisit juga menjelaskan birokrasi dalam hubungannya dengan kekuasaan akan mempunyai kecenderungan menyelewengkan wewenangnya. Dalam hal ini selain sistem, juga aparaturnya. Karena itu perlu dipikirkan pula para birokrat yang sudah terlalu lama berkuasa dan kecenderungan menggunakan wewenangnya. Ini juga terkait patologi birokrasi itu sendiri. Melihat kekuasaan birokrasi publik menjadi sangat luas dan kuat dalam Etzionu-Halevy (1983) :
1. Semakin meningkatnya ruang intervensi pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
2. Meningkatnya kompleksitas tugas pemerintahan
3. Kemampuan untuk memanfaatkan teknologi yang semakin berguna dalam membuat keputusan politik.
4. Memiliki sumber informasi
5. Pejabat politik memiliki sumberdaya serta selalu ada (tidak dibatasi waktu/pergantian)
6. Pejabat politik tidak selalu memiliki kepentingan atau kontrol terhadap seluruh persoalan birokrasi.
7. Menurunnya kekuasaan parlemen
8. Adanya proses pergantian kepemimpinan yang menjadi areal birokrasi mencari peluang atau pengaruh
Patologi birokrasi bisa juga diartikan sama dengan “penyakit birokrasi”. Peran birokrasi sebagai implementor dari kebijakan politik, atau dengan kata lain birokrasi sebagai penyelenggara pemerintahan, maka patologi birokrasi dapat diartikan sebagai persoalan atau permasalahan yang terjadi dalam penyelenggaraan pemerintahan akibat kinerja birokrasi tidak mampu dalam memenuhi kebutuhan publik dengan baik. Patologi birokrasi dapat saja terwujud dalam ketidakmampuan pejabat politik di eksekutif (terpilih karena mandat politik) atau persoalan kinerja pejabat publik yang terpilih, yakni pejabat di birokrasi yang menduduki jabatan akibat proses politik., atau karena kinerja pemimpin administratif, yakni birokrat karir yang menduduki jabatan karir di birokrasi. Atau birokrasi itu sendiri secara institusi, atau para agen pemerintah atau para birokrat yang tidak mampu memberikan kepuasan publik.
Dalam hal ini patologi birokrasi dapat dilihat dari perspketif kelembagaan, kepemimpinan politik di eksekutif, perilaku para elit birokrasi maupun perilaku para birokrat pelaksana itu sendiri, atau gabungan dari unsure-unsur tersebut.
B. Kategori dan Ruang Lingkup Patologi Birokrasi
Menurut Siagian, patologi birokrasi bisa dikelompokkan dalam lima kategori, diantara adalah :
1. Patologi yang timbul karena persepsi dan gaya manajerial para pejabat di lingkungan birokrasi
2. Patologi yang disebabkan karena kurangnya atau rendahnya pengetahuan dan keterampilan para petugas pelaksana berbagai kegiatan operasional
3. Patologi timbul karena tindakan para anggota birokrasi yang melanggar norma-norma hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Patologi yang dimanifestasikan dalam perilaku para birokrat yang bersifat disfungsional atau negatif
5. Patologi yang merupakan akibat situasi internal dalam berbagai instansi dalam lingkungan pemerintahan.
Diantara kelima kategori tersebut memiliki begitu banyak bentuk atau macam patologi birokrasi, sebagaimana terlihat dalam tabel berikut ini :
Bentuk dan Macam Patologi Birokrasi
Persepsi, Perilaku, dan Gaya Manajerial
|
Kurangnya pengetahuan-Keterampilan
|
Tindakan Melanggar Hukum
|
Dimanifestasikan ke dalam Perilaku Disfungsional
|
Berkenaan dengan Situasi Internal Birokrasi
|
Penyalahgunaan wewenang dan jabatan
|
Ketidakmampuan menjabarkan kebijaksanaan pimpinan
|
Penggemukan biaya
|
Bertindak sewenang-wenang
|
Penempatan tujuan dan sasaran yang tidak tepat
|
Persepsi atas dasar prasangka
|
Ketidaktelitian
|
Menerima sogokan
|
Pura-pura sibuk
|
Kewajiban sosial sebagai beban
|
Mengaburkan masalah
|
Rasa puas diri
|
Ketidakjujuran
|
Paksaan
|
Eksploitasi
|
Menerima sogokan
|
Bertindak tanpa berfikir
|
Korupsi
|
Konspirasi
|
Ekstorsi
|
Pertentangan kepentingan
|
Kebingungan
|
Tindakan criminal
|
Sikap takut
|
Tidak tanggap
|
Cenderung mempertahankan status quo
|
Tindakan yang tidak produktif
|
Penipuan
|
Penurunan mutu
|
Pengangguran terselubung
|
Empire Building
|
Tidak adanya kemampuan berkembang
|
Kleptokrasi
|
Tidak sopan
|
Motivasi yang tidak tepat
|
Bermewah-mewah
|
Mutu hasil pekerjaan yang rendah
|
Kontrak fiktif
|
Diskriminasi
|
Imbalan yang tidak memadai
|
Pilih kasih
|
Kedangkalan
|
Sabotase
|
Cara kerja legalistis
|
Kondisi kerja yang kurang memadai
|
Takut pada perubahan, inovasi, dan resiko
|
Ketidakmampuan belajar
|
Tata buku tidak benar
|
Dramatisasi
|
Inconvenience
|
Penipuan
|
Ketidaktepatan tindakan
|
Pencurian
|
Sulit dijangkau
|
Pekerjaan tidak kompatibel
|
Sikap sombong
|
Inkompetensi
|
Sikap tidak acuh
|
Tidak adanya indikator kinerja
| |
Ketidakpedulian pada kritik dan saran
|
Ketidakcekatan
|
Tidak disiplin
|
Kekuasaan kepemimpinan
| |
Jarak kekuasaan
|
Ketidakteraturan
|
Inesia
|
Miskomunikasi
| |
Tidak mau bertindak
|
Melakukan tindakan yang tidak relevan
|
Kaku
|
Misinformasi
| |
Takut mengambil keputusan
|
Sikap ragu-ragu
|
Tidak berperikemanusiaan
|
Beban kerja yang terlalu berat
| |
Sifat menyalahkan orang lain
|
Kurangnya Imajinasi
|
Tidak peka
|
Terlalu banyak pegawai
| |
Tidak adil
|
Kurangnya prakarsa
|
Sikap lunak
|
Sistem pilih kasih
| |
Intimidasi
|
Kemampuan rendah
|
Tidak peduli mutu kerja
|
Sasaran yang tidak jelas
| |
Kurang komitmen
|
Bekerja tidak produktif
|
Salah tindak
|
Kondisi kerja yang tidak nyaman
| |
Kurang koordinasi
|
Ketidakrapian
|
Semangat yang salah tempat
|
Sarana dan prasarana yang tidak tepat
| |
Kurang kreativitas dan eksperimentasi
|
Stagnasi
|
Negativism
|
Perubahan sikap yang mendadak
| |
Kredibilitas rendah
|
Melalaikan tugas
| |||
Kurangnya visi yang imajinatif
|
Tanggungjawab rendah
| |||
Kedengkian
|
Lesu darah
| |||
Nepotisme
|
Paparazzi
| |||
Tindakan tidak rasional
|
Melaksanakan kegiatan yang tidak relevan
| |||
Bertindak di luar wewenang
|
Red Tape
| |||
Paranoia
|
Kerahasiaan
| |||
Sikap opresif
|
Utamakan kepentingan sendiri
| |||
Patronase
|
Suboptimasi
| |||
Penyeliaan dengan pendekatan punitive
|
Syncophancy
| |||
Keengganan mendelegasikan
|
Tampering
| |||
Keenganan pikul tanggungjawab
|
Imperative wilayah kekuasaan
| |||
Ritualisme
|
Tokenism
| |||
Astigmatisme
|
Tidak profesional
| |||
Xenophobia
|
Sikap tidak wajar
| |||
Melampui wewenang
| ||||
Vasted interest
| ||||
Pertentangan kepentingan
| ||||
Pemborosan
|
Adapun ruang lingkup patologi birokrasi itu sendiri bila menggunakan terminologi Smith berkenaan dengan kinerja birokrasi yang buruk, dapat dipetakan dalam dua konsep besar yakni :
1. Disfunctions of bureaucracy, yakni berkaitan dengan struktur, aturan, dan prosedur atau berkaitan dengan karakteristik birokrasi atau birokrasi secara kelembagaan yang jelek, sehingga tidak mampu mewujudkan kinerja yang baik, atau erat kaitannya dengan kualitas birokrasi secara institusi.
2. Mal administration, yakni berkaitan dengan ketidakmampuan atau perilaku yang dapat disogok, meliputi :perilaku korup, tidak sensitive, arogan, misinformasi, tidak peduli dan bias, atau erat kaitannya dengan kualitas sumber daya manusianya atau birokrat yang ada di dalam birokrasi.
0 komentar:
Posting Komentar