Cengkraman 'Gurita' Itu, Bernama 'Asing'
Yusuf Senopati Riyanto - detikNewsKamis, 24/05/2012 10:59 WIB
Jakarta : Sudah lebih kurang 14 tahun Reformasi, masih banyak berbagai hal yang mungkin masih belum kita sadari, seperti Pasal 33 UUD 1945, Bab XIV.
Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Jelas dinyatakan bahwa segala hal seperti, air, tanah, hasil Bumi Indonesia dikuasai oleh Negara untuk Kesejahteraan Masyarakat. Begitulah bunyi Pasal tersebut antara lain secara harfiah.
Globalisasi Perusahaan Asing
Seiiring dengan gembar-gembor globalisasi kita masyarakat seolah 'terpukau' takjub, dimana seluruh sendi kehidupan kita Anak Nusantara 'terbuka' seluas-luasnya. Sepertinya tidak ada batasan lagi mana yang dapat peran serta asing dan mana yang tidak. Seluruh sendi kehidupan di Nusantara.
Apabila Kita kembali kepada isi utuh Pasal 33 UUD 1945 tersebut, maka hakekatnya adalah segala hal sensitif, strategis bahkan pribadi (Indonesia) alangkah bijak tetap dikuasai Negara.
Migas misalnya, kita dapat lihat dengan mata telanjang sekalipun bahwa telah lebih dari 50% masuk asing kedalam Industri tersebut.
Apa iya? Silahkan lihat berapa banyak retail, gerai yang telah beroperasi. Ini baru dari satu sektor, belum lagi yang kasat mata, atau diluar sektor tersebut.
Menguntungkan?
Apa berbagai hal tersebut menguntungkan? Jawabanya dapat tanyakan pada masing-masing nurani Kita Anak Nusantara. Mengapa? Karena harkat martabat sebagai Bangsa dapat saja tergerus oleh 'gempuran' asing di Nusantara ini.
Kita Manusia Indonesia, anak Nusantara, Melayu, selalu memiliki ungkapan Peribahasa. Antara lain: Dimana Bumi Dipijak Langit Dijinjing. Lalu Dimana Bumi Dipijak Langit Dijinjing? apabila gempuran asing begitu lebar,luas, bahkan keseluruh lini bangsa? Gurita itu bernama 'Asing'.
Kesadaran, Duduk Bersama
Berbagai hal tersebut diatas, terus terang saja 'menggambarkan' ketidak pedulian Kita terhadap berbagai ragam yang terjadi. Diantaranya Bab XIV pasal 33 UUD 1945 tersebut. Ini amanah Undang-Undang Dasar 1945( selanjutnya UUD 45).
Tolak ukur, atau Patron Kita adalah UUD 45 dan Pancasila Bukan? Apakah tidak ada kesadaran Kita? khususnya Para Tokoh Nasional untuk duduk bersama dalam kaitanya bagaimana NKRI, Nusantara,Indonesia saat ini dan kedepan?
Janganlah kita mengedepankan ego, pribadi kita masing-masing. Leburlah dengan duduk bersama, berbagi untuk Nusantara saat ini dan kedepan. Bhineka Tunggal Ika.
Diawali dengan niat tulus, Ikatan tali silaturahim, semoga kebersamaan itu ada. Alangkah mahalnya nilai sebuah Demokrasi apabila tidak adanya kesadaran Kita Semua elemen Bangsa. Nusantara Indonesia. Demi Persatuan dan Kesatuan.
*Penulis adalah alumni Magister Hukum UNPAD Bandung