Rabu, 04 April 2012

Birokrasi dan Partai Politik

Birokrasi dan Partai Politik
Oleh : Mohammad Ali Andrias.,S.IP.,M.Si


A. Kehadiran Partai Politik dalam Sistem Pemerintahan Demokratis
Kehadiran partai politik (parpol) dalam sistem pemerintahan yang demokratis sangat tidak bisa dihindari. Parpol pada era modern ini merupakan “keyword” dalam menerapkan demokrasi modern saat ini. “Media politik” ini diklaim memiliki peran, fungsi dan mekanisme yang jelas dalam menyalurkan aspirasi dan kepentingan rakyat, ketika berhadapan dengan sosok negara. Meskipun bukan pelaksana pemerintahan, namun keberadaannya akan mempengaruhi bagaimana dan ke arah mana pelaksanaan pemerintahan di jalankan.
Parpol yang menjalankan prinsip demokratis adalah partai yang mempunyai keterwakilan yang tinggi di hadapan konstituen politiknya. Persoalan keterwakilan ini akan menjadi parameter penting dalam mengindentifikasi nilai-nilai demokratis, yang dikaitkan dengan konsistensi platform partai, serta perwujudannya dalam bentuk kebijakan politik partai, maupun diimplementasikan dalam bentuk kebijakan publik yang lebih luas. Momen pemilu seharusnya bukan menjadi tujuan utama parpol. Yang lebih urgen bagaimana perhatian parpol terhadap kepentingan konstituen politiknya, dalam upaya penyelesaian ketidakadilan sosial dan politik masyarakat. Mengingat idealitas konstituen politik merupakan masyarakat melek politik dalam arti yang sebenarnya, sehingga terlepas dari ekspolitasi politik negara. Persyaratan ini menjadi penting di tengah kegalauan masyarakat, yang memandang parpol lebih merupakan wadah perjuangan kepentingan elit partai dan elit politik semata.
Kemerdekaan seseorang untuk berserikat dan menyuarakan pendapatnya diidentrikkan dengan kehadiran parpol dalam suatu pemerintahan yang demokratis kehidupan orang-orang di dunia ini yang senantiasa berfikir, berkata, dan bekerja di dalam politik berpemerintahan.

B. Sistem Kepartaian Politik
Parpol mulai dikenal dalam bentuk yang modern di Eropa dan Amerika Serikat sekitar abad ke 19, bersamaan diperkenalkannya sistem pemilihan dan parlementer. Sepanjang perkembangan dan kemajuan sistem pemilihan dan parlemen ini maka berkembang pula sistem kepartaian politik. Istilah parpol yang melekat dipergunakan untuk setiap bentuk kelompok organisasi yang bertujuan untuk memperoleh kekuasaan politik baik melalui pemilu yang demokratis atau melalui revolusi.
Sebelum revolusi sosial terjadi di beberapa negara Eropa, kekuasaan aristokrasi dan sistem monarki menguasai kekuasaan politik negara, proses politik terbatas hanya ada lingkaran kaum bangsawan. Dengan terbentuknya sistem pemerintahan parlemen, disertai kemunculan organisasi politik (parpol), secara perlahan menggantikan dan mengubah keadaan pemerintahan saat itu. Semula klan
yang terbentuk disekitar pangeran, bangsawan, ningrat. Kini muncul klan yang terbentuk di kalangan usahawan, pedagang, industriawan, dan bisnisman yang tampil sebagai kekuatan politik.
Suatu rezim penguasa didukung oleh klan para bangsawan, untuk memperjuangkan pergantian rezim penguasa yang didukung oleh kekuatan klan lainnya. Inilah awal pertumbuhan parpol yang kemudian berkembang merambah ke dukungan kelompok lainnya dalam masyarakat. Parpol yang mulai didukung oleh kelompok masyarakat selain yang disebutkan di atas, mulai mempengaruhi kehidupan pemerintahan di Eropa. Hal seperti ini terjadi pada awal abad ke 19. semenjak itu di negara-negara Eropa dan Amerika mulai tumbuh dan berkembang kehidupan parpol yang didukung oleh massa rakyat.
Pada abad ke 20 mulailah kehidupan parpol menyebar ke seluruh pelosok dunia, Di Afrika mulai tumbuh parpol yang dibentuk berdasarkan tradisi etnis atau suku. Di Asia parpol banyak dibentuk berdasarkan pertimbangan berbasis agama dan acara ritual yang tumbuh di suatu lingkungan masyarakat tertentu. Banyak parpol di negara-negara yang baru berkembang sebagian bercorak politik dan bagian lainnya beraroma militer. Pada tendensi yang sama di Eropa mulai bermunculan parpol yang berpaham sosialis dan komunis. Demikian pula selanjutnya mulai dikenalkan pula kehidupan parpol yang mengikuti banyak partai adapula yang partai tunggal. Perkembangan selanjutnya dengan berpijak pada kerangka demokrasi liberal yang berkembang pada abad ke 19, maka pada abad ke 20 ada pula parpol yang dipergunakan oleh suatu rezim diktator untuk tujuan pemerintahan yang tidak demokratis.
Parpol berbeda dengan bentuk organisasi lainnya, ia merupakan a special kind of political organization. Di dalam negara yang demokratis maupun yang otoritarian parpol berbeda dengan asosiasi-asosiasi politik lainnya yang ada, seperti organisasi massa, NGO sebagai salah satu kelompok penekan atau kelompok kepentingan. Parpol merupakan organisasi yang berhubungan dengan kekuasaan melalui cara pemilihan yang demokratis. Oleh karena itu, parpol bekerja melalui mekanisme perwakilan dalam pemerintahan seperti di lembaga perwakilan rakyat (DPR). Berbeda dengan kelompok penekan, kelompok ini bekerja tidak ada kaitannya dengan dua mekanisme demokrasi tersebut yakni pemilihan dan perwakilan.
Di dalam pemerintahan yang demokratis dapat diartikan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Pertanyaan yang paling mendasar ialah siapa sebenarnya yang disebut dengan rakyat itu. Apakah semua orang yang ada disuatu wilayah negara tertentu seperti bayi yang baru lahir, atau penjahat yang berada dipenjara, atau bahkan orang asing yang bekerja di negara lain bisa digolongkan ke dalam istilah rakyat? jawaban pertanyaan itu dijumpai dalam suatu organisasi politik yang disebut parpol sebagai elemen pemerintahan yang demokratis, karena syarat-syarat menjadi anggota parpol yang mendasar menentukan rakyat mana sebenarnya yang boleh menjadi anggota parpol tersebut. Elemen berikutnya ialah suatu pemerintahan yang menjamin adanya political equality bagi semua warga negara dewasa sehat jasmani dan rohani, tidak cacat hukum dipidana, mempunyai kesempatan yang sama dengan yang lainnya untuk berperan serta dalam proses pembuatan kebijakan publik, kesempatan yang sama ini di dalam negara dan pemerintahan yang demokratis dilakukan melalui parpol. Itulah sebabnya di dalam pemerintahan yang demokratis itu berlaku semboyan one person one vote (satu orang satu suara).

C. Partai Politik dan Kekuasaan
Baik dalam pemerintahan suatu negara yang konservatif ataupun yang revolusioner, atau apakah dalam suatu pemerintahan yang didukung oleh kelompok elit tertentu, ataupun yang didukung oleh massa, atau suatu pemerintahan yang mengikuti sistem pluralis demokratis ataupun diktator monolitis, maka suatu parpol itu dibentuk tidak lain kecuali untuk berfungsi menjalankan kekuasaan politik. Fungsi ini dilakukan oleh parpol baik ketika membentuk pemerintahan, atau ketika parpol berfungsi sebagai oposisi di dalam pemerintahan. Fungsi-fungsi ini meerupakan suatu fungsi yang amat penting dalam ikut menentukan kebijakan nasional.
Ketika suatu parpol memenangkan suara rakyat dalam pemilu yang demokratis, maka pertanyaan berikutnya yang perlu diperjelas ialah seberapa jauh pengaruh parpol tersebut terhadap jalannya pemerintahan. Partai yang memenangkan suara rakyat terbanyak berarti partai tersebut memperoleh jalan kekuasaan. Kekuasaan ada di dua tempat, yakni di Perwakilan (DPR/ legislatif) dan di pemerintahan (eksekutif). Adakalanya suatu parpol memegang kekuasaan di pemerintahan akan tetapi mayoritas kekuasaan berada di legislatif (dewan). Ada pula yang mayoritas kekuasaan berada di dua tempat tersebut. Di dalam pemerintahan demokratis seperti di Amerika Serikat bisa terjadi hal seperti itu. Di eksekutif yang memimpin pemerintahan presiden dari parpol minoritas, sedangkan suara mayoritas berada di Kongres atau Dewan. Dengan kata lain di Amerika Serikat bisa saja terjadi presiden dan pemerintahan menurut konstitusinya tetap menjalankan pemerintahan untuk masa kerja selama 4 tahun.
Tidak peduli apakah mayoritas di kongres mendukungnya atau tidak. Sistem ini menjamin adanya stablitas pemerintahan eksekutif. Asalkan presidennya tidak melanggar ketentuan hukum yang berlaku yang dianggap oleh rakyatnya sebagai tindakan yang amat tercela, maka presiden bisa selamat untuk 4 tahun masa jabatannya. Dari sekian puluh Presiden AS yang pernah memimpin negara, hanya kurang dari hitungan lima jari saja yang pernah kena impeachment dari kongres (rakyat).
Berbeda dengan yang terjadi di Inggris, pemerintahan di sana bisa saja terus berjalan asalkan sesuai dengan keinginan dan dukungan dari suara mayoritas di parlemen. Dukungan parlemen amat menentukan stabilitas kepemimpinan eksekutif. Di Inggris, eksekutif dipimpin oleh perdana menteri dan parpol yang memenangkan pemilu. Suara mayoritas di parlemen yang mendukung perdana menteri dalam memimpin pemerintahan sangat didambakan oleh perdana menteri. Jika ada suara di parlemen, walaupun tunggal yang berbeda bisa mementahkan keputusan parlemen dalam dukungan ke pemerintah, dan tidak jarang terjadi bisa mengundang pemilu baru. Dengan kata lain, dengan adanya mosi tidak percaya di kalangan anggota parlemen terhadap kebijakan pemerintah, maka pemerintah bisa jatuh dan tidak jarang diselenggarakan pemilu baru. Sistem yang terjadi di Inggris merupakan sistem parlemen yang banyak digunakan di negara di dunia.
Dapat diketahui bahwa parpol dengan kekuasan itu tidak bisa dipisahkan. Justru parpol diadakan tidak lain kecuali untuk mencapai kekuasaan di lembaga eksekutif maupun dilegislatif. Kekuasaan itu hakikatnya berasal dari rakyat dan sarana rakyat untuk mewujudkan kekuasaannya melalui parpol.

D. Prinsip dan Model Demokrasi dalam Pemerintahan
Hampir semua negara menyatakan dirinya sebagai negara demokratis. Setiap orang tak terkecuali senantiasa menyatakan bahwa dirinya demokratis. Semua pihak yang mengendalikan pemerintahan juga menyatakan pihaknya sangat demokratis. Soekarno tidak mau dikatakan sebagai pemerintahan yang tidak demokratis, walaupun ada pertentangan dengan wakilnya Moh. Hatta akibat demokrasi yang dijalankan tidak sesuai dengan jalan pemikiran Hatta. Moh Hatta pernah dilarang dan dikecam oleh Soekarno akibat tulisannya yang menyatakan bahwa demokrasi kita telah mati. Pemerintahan Suharto juga dikatakan sangat demokratis dan tidak menyalahi aturan dan ajaran Pancasila.
Oleh karena semua pihak menyebut demokrasi padahal pada kenyataannya seringkali melakukan kejahatan dengan menangkap orang yang berbeda paham dan pendapat dengan Suharto. Istilah demokrasi tampaknya merupakan pertanyaan emosional bagi setiap orang, setiap pihak, setiap parpol, setiap negara terhadap suatu sistem institusi politik yang benar-benar memenuhi hasrat dan seleranya. Lalu timbul pertanyaan kira-kira apa kriteria dan ukuran yang bisa dipergunakan untuk menilai demokrasi itu yang berlaku secara objektif tidak berdasarkan pada selera politik tertentu.
Barangkali suatu cara yang baik untuk mengenal dan memahami demokrasi dengan mencoba mengidentfikasikan pengertian yang pokok dan mencoba memberikan spesifikasi dari pengertian tersebut. Dengan cara demikian dicoba dicari batasan yang bisa dipergunakan oleh pihak-pihak yang menamakan dirinya demokrasi tersebut. Berdasarkan batasan itu, kemudian operasionalisasi demokrasi diwujudkan. Walaupun telah dicoba memberikan rumusan dan batasan, bukanlah berarti bahwa batasann atau rumussan itu sesuai dengan keinginan semua pihak lalu mengklaim bahwa batasan itu satu-satunya yang terbaik.
Demokrasi nampaknya tidak bisa dipisahkan dalam pembahasan hal-hal yang berkaitan dengan tata kerja pemerintahan dan kegiatan politik. Semua proses politik dan lembaga-lembaga pemerintahan berjalan seiring dengan jalannya demokrasi. Oleh karena demokrasi merupakan suatu bentuk pemerintahan yang ditata dan diorganisasikan berdasarkan prinsip-prinsip kedaulatan rakyat, kesamaan politik, konsultasi atau dialog dengan rakyat dan berdasarkan pada aturan suara mayoritas.

E.  Kedaulatan Rakyat (Popular Sovereignity)
Secara singkat dikatakan bahwa prinsip kedaulatan rakyat itu menekankan bahwa kekuasaan tertinggi untuk membuat keputusan terletak di tangan seluruh rakyat, bukannya berada di tangan beberapa atau salah satu dari orang tertentu. Sistem pemerintahan yang demokratis adalah sistem yang meletakan kedaulatan dan kekuasaan berada di tangan rakyat. Semua proses pembuatan kebijakan publik yang menyangkut kepentingan rakyat harus didasarkan pada kedaulatan ini. Suatu negara bisa dikatakan negara, jika negara tersebut berdaulat. Suatu negara dikatakan berdaulat jika negara tersebut mempunyai kekuasaan penuh dan ekslusif untuk membuat dan memaksakan hukum-hukum berlaku untuk seluruh rakyat yang hidup di wilayah negara tersebut. Setiap negara yang berdaulat kekuasaan tertinggi atas keputusan-keputusan polittik yang diambil terletak pada somewhere dalam struktur politik pemerintahan. Di dalam negara demokrasi kekuasaan tertinggi harus diletakkan pada tangan seluruh rakyat, bukan pada salah satu atau elit kelompok tertentu dalam negara tersebut.
Prinsip kedaulatan rakyat ini bukan berarti bahwa seluruh rakyat secara langsung membuat keputusan atau kebijakan sehari-hari dalam setiap urusan dan aktivitas pemerintahan. Demokrasi yang berdasarkan prinsip kedaulatan rakyat ini bukan berarti bahwa setiap perizinan yang dikeluarkan oleh instansi pemerintahan baru dikatakan sah jika seluruh rakyat beramai-ramai membuat keputusan. Lain halnya dengan sistem kediktatoran yang menyatakan bahwa suatu izin yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah di bawahnya harus disahkan oleh tanda tangannya. Jika hal semacam ini terjadi maka sistem tersebut bukan kedaulatan rakyat melainkan kediktatoran rakyat.
Kedaulatan rakyat dalam sistem pemerintahan yang demokratis oleh rakyat dapat dipinjamkan atau didelegasikan kekuasaan membuat keputusan atau kebijakan itu kepada legislatif, eksekutif, yudikatif, administrator, atau kepada siapapun yang dikehendaki sebagai wakilnya. Rakyat dikatakan berdaulat sepanjang mereka, bukannya wakilnya, masih mempunyai kekuasaan tertinggi untuk memutus, dimana kekuasaan membuat keputusan tetap berada ditangannya dan yang bisa delegasikan kepada siapa saja yang bisa bertanggungjawab pada periode waktu tertentu.
Jika kekuasaan tertinggi berada di tangan semua rakyat, maka pemerintahan itu disebut demokrasi. Jika kekuasaan tertinggi berada di tangan satu orang, maka pemerintahannya dinamakan diktator. Jika kekuasaan tertinggi berada di tangan beberapa orang, maka pemerintahannya dikatakan sebagai oligarki atau aristokrasi.
Jika demokrasi dapat dikaitkan pemahamannya dengan kedaulatan rakyat, maka sistem pemerintahan harus dilakukan oleh rakyat, dari rakyat, untuk rakyat. Timbul pertanyaan yang acapkali diajukan semua orang yang secara fisik berada di dalam wilayah suatu negara tertentu pada waktu tertentu pula? Apakah rakyat itu semua orang yang secara fisik berada dalam wilayah suatu negara tertentu pada waktu tertentu pula? Dengan demikian semua bayi, orang asing, orang yang berada di penjara, orang gila semua itu bisa disebut dengan rakyat dalam pengertian demokrasi tersebut? Jawabnya ialah secara implisit kekuasaan berada pada semua orang dewasa yang sehat jasmani dan rohani, warga negara dari suatu negara tersebut tidak terpidana oleh kasus.

0 komentar:

Entri Populer