Rabu, 13 Juni 2012

Jerussalem, Kota Suci Yang Penuh Konflik

Jerussalem, Kota Suci Yang Penuh Konflik
Oleh : Mohammad Ali Andrias


Jerusalem kota suci yang penuh makna sejarah, kota yang yang dimiliki tiga agama samawi yakni Islam, Kristen dan Yahudi. Akan tetapi kota ini selalu menarik untuk dikaji oleh berbagai kalangan, karena kota ini tidak pernah sepi dari pembicaraan dan pemberitaan dari berbagai media yang meliputnya. Karena kota suci ini selalu dirudung pertikaian yang tidak pernah kunjung padam dari awal periode Hyksos (1750-1500 SM) sebelum kota ini didatangi oleh penduduk, zaman Chalcolithic (3500 SM) periode pemukiman pertama terbentuk, hingga periode dimana Allah menurunkan Nabi-Nabinya di wilayah tersebut untuk memberikan pantunan agama kepada seluruh umat di dunia, agar menyembah penciptanya yang Esa, serta memberikan kemaslahatan untuk menjalankan kehidupan yang lebih baik di dunia ini. Hingga kota selalu diperebutkan bangsa-bangsa di dunia terutama oleh bangsa Israel (Yahudi) dan Palestina (Islam) saat ini. Kota suci ini tidak bisa dibandingkan dengan kota manapun di dunia ini tentang sejarahnya yang penuh dengan pertentangan dari tiga agama tersebut.
Kota ini selama berabad-abad lamanya selalu mendatangi dengan berziarah ke Jerusalem untuk bertemu Tuhannya (Allah) dengan cara yang berbeda-beda untuk menyembah Tuhan, bagi yang sangat mempercayainya bahwa kota tersebut adalah “pintu gerbang” menuju surga. Sullivan penulis asing yang disadur dari Trias Kuncahyono dalam tulisannya (Jerusalem, kesucian, konflik dan pengadilan akhir) berjudul Jerusalem: The Three Religions of the Temple Mount menuturkan, ketiga agama samawi tersebut memandang Jerusalem sebagai pintu menuju surga. Disinilah terjadinya pertemuan antara surga dan akhirat, tempat terjadinya perlawanan antara surga dan bumi. Jerusalem dikuduskan (disucikan) oleh agama dan tradisi, oleh sejarah dan teologi oleh tempat-tempat suci dan rumah-rumah ibadah. Itulah Jerusalem kota yang selalu dipuja-puja, ditakzimkan oleh umat Yahudi, Islam dan Kristen. Semua itu mencerminkan kegairahan dan kesalehan dari tiga agama monoestik, yang semuanya dikaitkan ke Jerusalem dengan pemujaan dan cinta.
Semua umat ketiga agama tersebut merasa, jika menginjakkan kaki mereka di Jerusalem akan merasa dekat dengan Tuhan (Allah) secara fisik maupun batin. Disini mereka merasa bisa bertemu Tuhan, di tempat inilah manusia merasa bisa berbicara dan bersentuhan dengan Tuhan sang Pencipta. Ketiga agama samawi sama-sama mencintai Tuhannya, dan mengungkapkannya dengan cara masing-masing. Jika Yahudi berdoa di Tembok Barat (Tembok Ratapan), umat Kristiani berziarah ke makam Yesus, dan Islam mengunjungi Dome of The Rock (Masjid Qubbath) dan Masjid al Aqsa. Kedua masjid tersebut berhubungan dengan perjalanan malam Rasullulah mengunjungi Sidratul al Muntaha (ke Singgasana Allah).   
Keunikan Jerusalem berasal dari warisan sejarahnya yang berkaitan dengan munculnya peradaban dan sebagai pusat ketiga agama tersebut, atau perebutan wilayah kota suci berabad-abad lamanya, mulai Raja Daud menaklukkan Jerusalem hingga pencaplokkan oleh Israel terhadap Palestina setelah mendapat mandat dari Inggris (1917-1948) berakhir. Setelah Inggris menguasai Palestina sesudah mengalahkan Kekaisaran Ottoman pada Perang Dunia I. Melainkan keunikan Jerusalem (tanah suci) ini dari arti spiritualnya yang sudah dikatakan sebelumnya dari tiga agama samawi terbesar di dunia. Walau ketiganya berbeda dalam konsep fundamental tentang ajaran, iman dan ritual ibadahnya. Disatukan oleh kecintaan mereka terhadap Jerusalem.
Selama berabad-abad, Jerusalem menjadi sebuah simbol, lambang persatuan dengan Tuhan. Kota tersebut, manusia merasa menemukan Tuhannya. Manusia tidak hanya merasakan bahwa Tuhan ada “di luar sana”, tetpai juga disekeliling mereka. Tuhan dirasakan begitu dekat ada dalam tarikan napas, dan ada di dalam hati mereka baik sedang bahagia maupun sedih. Ketika kota dilecehkan, semua umat merasa bahwa mereka pun merasa dilecehkan. Jerusalem sungguh berarti bagi banyak orang banyak pihak.
Jerusalem Untuk Siapa ?
Dimensi dari aspek agama telah memberi beban yang berlebih kepada Jerusalem, sekaligus menambah kekusutan identitas sosial dengan konflik yang amat kontradiktif, sehingga kota itu menjadi fokus kepentingan global. Agama sendiri tak mampu mengatasi konflik yang terjadi selama ini. Agama malahan sering tampil sebagai dua wajah yang saling berbeda. Di satu sisi, agama merupakan tempat orang menemukan kedamaian dalam hidup. Di dalam agama banyak orang untuk menimba ilmu dan kekuatan, serta mendapatkan pijakan saat berhadapan dengan penderitaan dan penindasan. Namun di sisi lainnya, agama sering dikaitkan dengan fenomena kekerasan. Sering muncul adanya pembelaan bahwa agama bukan pemicu utama konflik. Yang sering dipermasalahkan ketika ada konflik sosial adalah masalah kesenjangan ekonomi, kecemburuan sosial, perebutan kekuasaan politik. Akan tetapi mengapa agama yang dikatakan bukan sebagai pemicu utama konflik, justru memberikan jaminan bagi yang bersengketa. Malahan agama cukup sering bukannya mengelakkan konflik, tetapi agama memberikan landasan ideologis (melegalkan) dan pembenaran simbolis pada konflik tersebut.
Jika konflik agama di tanah Palestina yang sekarang sedang diperebutkan dan diklaim sepihak oleh Israel sebagai tanah suci milik Yahudi, atau milik umat Kristen karena penting sebagai wilayah dimana pusat ajaran Yesus Kristus muncul dan berkembang dari Jerusalem. Apakah klaim ini dibenarkan jika agama yang suci harus saling bertempur, membunuh untuk mencari pengakuan yang sepihak. Malahan menurut seorang profesor arkeologi dan seorang menafsir kitab injil perjanjian lama dari Chicago, Amerika Serikat, Leslie Hoope mengatakan simbol Jerusalem yang diakui dan sangat dikenal oleh masyarakat dunia bukanlah tempat suci Yahudi ataupun Kristen. Melainkan tempat suci milik umat Muslim yakni Dome of the Rock (mesjid Qubbath atau sering disebut mesjid Umar bin Khatab sahabat Rasullulah) atau mesjid al Aqsha sebagai perjalanan semalam Rasul ke Sidratul al Muntaha. Simbol Dome of the Rock bukan hanya dari sejarah spiritualnya, namun dari sisi kubahnya yang menjulan terbuat dari emas. Jika pendatang melihat ke kota Jerusalem pasti dapat mengatakan bangunan tersebut adalah mesjid Qubbath (Dome of the Rock). Bisa dikatakan sebagai jawaban atas Jerusalem terhadap Paris yang memiliki Menara Eiffel, Malaysia mengagumi menara Petronas, China mengagumi Tembok Cinanya, atau kota-kota dunia yang memiliki bangunan sebagai simbol kebanggaan, kekuatan, atau kekuasaan bagi negara.
Namun yang paling mendasar dari pertikaian yang terus berlanjut hingga kini, milik bangsa atau agama mana yang berhak menempati wilayah tersebut. Jika kita mempelajari sejarah Jerusalem semua bangsa bisa mengklaim tanah suci tersebut. Semua perjanjian perdamaian, resolusi ke resolusi yang dikeluarkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atas Jerusalem telah dikeluarkan untuk meredakan konflik di wilayah tersebut. Namun tidak ada satupun yang bisa menataati perjanjian atau resolusi yang sudah disepakati. Berbagai usulan dilontarkan, salah satunya Jerusalem harus terbagi menjadi dua wilayah milik banga Palestina dan Israel. Bahkan Paus Yohanes Paulus II pun memberikan solusi bahwa Jerusalem harus di jadikan wilayah Internasional atau menjadi wilayah yang dikuasai oleh PBB. Baik Israel maupun Palestina tidak boleh mengklaim Jerusalem sebagai Ibu Kotanya. Namun PBB sendiri tidak sanggup mengimplementasikan usulan tersebut, sehingga kekacauan (chaos) terus terjadi di wilayah tersebut. Namun menurut pandangan saya, usulan Paus tersebut sebagai solusi terbaik dengan menjadikan wilayah tersebut (Jerusalem) sebagai wilayah internasional. Sehingga bangsa dan agama manapun bisa leluasa untuk berdoa dan beribadah di kota suci untuk menghadap secara langsung dengan Tuhannya, tanpa ada pertikaian dan pertempuran yang sudah banyak memakan korban manusia dan materiil.                                                                                     
                  
                                                                                         Mohammad Ali Andrias
                                 Dosen Program Studi Ilmu Politik UNSIL Tasikmalaya

0 komentar:

Entri Populer