Jumat, 06 April 2012

Materi Kuliah Kajian Parlemen


Kekuasaan Legislatif

Oleh : Mohammad Ali Andrias.,S.IP.,M.Si




Pengantar
Negara sebagai organisasi modern yang dibangun untuk mencapai tujuan bersama dari seluruh rakyatnya. Tujuan negara itu sendiri adalah sesuatu yang bersifat maya atau semu. Tujuan negara tidak akan pernah bisa dicapai sampai kapanpun. Karena begitu dicapai berarti eksistensi negara sudah tidak berarti lagi alias selesai tugasnya. Untuk itulah, tujuan negara meskipun dibahasakan misalnya untuk menciptakan adil, makmur dan kesejahteraan ekonomi. Merupakan sesuatu yang amat relatif tidak mutlak. (Wahidin, 2007 : 36)
Negara memiliki fungsi yang sifat prosesnya dalam rangka mencapai tujuan negara tersebut. Mulai abad XVI telah dikenal fungsi dari negara yang sifatnya sederhana yang menjadikan organisasi negara bersifat abadi. Kelima fungsi dimaksud adalah : a) fungsi diplomatic, b) fungsi defencie, c) fungsi financie, d) fungsi justice, e) fungsi policie. Kelima fungsi itu terutama adalah sebagai antiklimaks dari sistem pemerintahan negara yang ada pada umumnya bersifat diktator. Pemisahan kekuasaan yang lebih tertata, sehingga kekuasaan di dalam negara didistribusikan berdasarkan prinsip memihak rakyat dalam arti tidak menindas rakyat, yang notabene adalah pemilik negara.

Pemahaman tentang Legislatif

Konsep Latum diambil dari bahasa latin yang artinya (membuat atau mengeluarkan). Leges juga berasal dari bahasa yang sama artinya Undang-Undang. Undang ini dimaksudkan dalam pemaknaannya yang bersifat formal, bentuk hukum yang dibuat oleh Badan Pembentuk Undang-Undang yang secara umum adalah lembaga perwakilan yang dipilih melalui mekanisme pemilu yang demokratis di negara yang bersangkutan. Dengan demikian legislatif lebih ditekankan pada pemaknaan sebagai lembaga pembuat peraturan, bukannya sebagai lembaga yang membuat kebijakan.
Dalam perkembangan ketatanegaraan merupakan refleksi dari kedaulatan rakyat. kedaulatan rakyat merupakan bentuk konkret dari idealisme, bahwa di dalam negara rakyatlah yang berdaulat sepenuhnya. Rakyat memberi legalitas dan kekuasaan kepada negara yang direpresentasikan kepada pemerintah untuk melindungi diri terhadap penyalahgunaan kekuasaan yang dimiliki negara. (Wahidin, 2007 : 38).
Ihwal subtansi dari mekanisme perwakilan ini sebenaranya berangkat dari filosofi subtansial yang senantiasa berubah menurut tempat dan waktu. Namun intinya tetap sama yakni, apakah orang-orang yang bertindak sebagai wakil di dalam mekanisme perwakilan itu benar-benar mewakili kehendak (aspirasi) dari banyak orang yang diwakili. Secara teoritik mengedepankan asumsi bahwa keberhasilan seorang wakil adalah, jika ia dapat mengakomodasikan aspirasi dari seluruh orang yang diwakilinya. Semakin sedikit, atau bahkan jika seorang wakil tidak dapat mewakili aspirasi orang yang diwakilinya, maka dapat dikatakan bahwa kedudukannya sebagai seorang wakil telah gagal.
Logikanya memang tidak mungkin seorang wakil akan mampu mengakomodasikan begitu banyak aspirasi, bahkan dalam jumlah ratusan ribu atau jutaan orang. Apalagi dalam saat yang sama. Sementara itu, aspirasi dari orang-orang yang diwakili itu sudah barang tentu tidak sama antara satu dengan yang lain. Oleh karena itu logikanya memang tidak mungkin seorang wakil benar-benar bisa memenuhi aspirasi semua orang yang diwakilinya. Namun jika asumsi itu diturunkan maka setidaknya sebagian besar dari orang-orang yang diwakili sudah merasa bahwa kepentingannya, terutama yang berkenaan dengan kehidupan bersama telah diwakili maka itu sudah dipandang cukup.
Sehubungan dengan kenyataan  di atas maka sejatinya mekanisme perwakilan, secara khusus adalah hubungan antara wakil dan terwakil itu berhubungan erat dengan antara wakil dan terwakil berhubungan erat dan berkesinambungan, dengan tingkah laku dalam bentuk individual dan untuk itu ada pengembangan teori kaitan yang membuat rekonstruksi tentang idealisme hubungan antara wakil dengan orang yang diwakili.





0 komentar:

Entri Populer