"Saya Sudah Jadi Presiden"
Dia mengungkap modus baru mafia hukum sampai pemilu presiden 2014 nanti.
Jum'at, 9 Desember 2011VIVAnews - Berbincang dengan Ketua Mahkamah Konstitusi Prof. Dr. Mahfud MD begitu lepas, seperti tak ada batas, tak ada beban. Saat berkunjung ke kantor redaksi VIVAnews.com, Senin siang, 5 Desember 2011, ada sejumlah hal dan pemikiran baru yang disampaikan mantan politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu--dari mulai proses pemilihan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru, Abraham Samad; jual-beli pasal di DPR, tren korupsi, hingga pengalamannya sebagai orang dekat mendiang Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid. Sejumlah di antaranya diwanti-wantinya supaya off the record.
Berikut percakapan dengan guru besar hukum kelahiran Sampang, Madura, 13 Mei 1957 itu, yang kadang berlangsung serius, kadang ger-geran.
Anda menaruh harapan kepada Abraham Samad, Ketua KPK yang baru?
Saya berharap, iya, karena dia itu terpilih karena kecelakaan kompromi saja. Tidak ada yang memperhitungkan dia. Begini, semula saya bertemu dengan politisi Golkar. Mereka mengatakan saya ini teman Busyro Muqodas dan memberitahu bahwa Busyro tidak akan terpilih lagi menjadi ketua KPK.
Saya bilang ndak apa-apa. Tidak apa-apa mau terpilih atau tidak. Dikira, karena saya teman Busyro, karena memperpanjang jabatannya empat tahun itu, saya punya andil agar Busyro tetap menjadi Ketua KPK. Nggak ada urusannya.
Lalu saya tanya mereka, "Calon Anda siapa?" Ternyata, calon mereka Bambang Widjojanto. Mereka tidak mau Busyro, karena dianggap penakut dan peragu.
Golkar mendukung Bambang?
Ya, sampai saat terakhir. Mereka tidak mau Yunus Husein karena katanya terlalu pro Istana. Bambang kan keras. Justru karena itu kata mereka. Mereka bilang ke saya, "Kami dari Golkar tidak apa-apa para politisi kami dimasukkan penjara karena korupsi. Silakan. Tapi, KPK harus berani juga menangkap partai lain, Partai Demokrat. Bambang berani. Kami ditangkap, orang partai lain pun ditangkap. Dan Century akan terungkap."
Nah, tarik-menarik ini tidak ketemu sehingga akhirnya di luar rapat resmi Setgab. Lalu muncul lobi yang dimotori PDIP dan Hanura. Tiba-tiba muncul suara sebagai Ketua KPK: Bambang tidak, Yunus tidak, Busyro apalagi. Lalu muncullah nama Abraham Samad.
Karena itu saya katakan dia hasil kompromi yang terjadi karena kecelakaan, bukan kompromi yang disadari sejak awal bahwa dia ini orang baik. Tapi, karena dia muncul dari kecelakaan, maka dia jadi tidak punya ikatan apapun dengan partai. Karena itu saya katakan saya berharap padanya. Dia tidak punya ikatan apapun, karena tidak pernah diminta oleh siapapun.
Anda kenal Abraham?
Saya tidak pernah kenal secara pribadi. Tapi, saya tanya ke berbagai sumber memang anak itu bagus. Sejak lama di Makassar dia menjadi musuh pejabat-pejabat yang korup. Jadi banyak yang gemetar, apalagi kalau ditakut-takuti agar dia mulai dari daerah asalnya itu.
Anda masuk pemerintahan sejak zaman Gus Dur. Anda melihat tren korupsi sejak Gus Dur sampai SBY ini membaik atau memburuk?
Saya kira memburuk dan semakin nekat.
Indikatornya apa?
Penegak-penegak hukum kita sekarang masih banyak dihuni orang-orang lama yang masih bisa dibeli dan masih bisa disandera.
Saat ini bahkan ada pola berbahaya yang baru muncul. Dalam kasus korupsi, untuk menjerat aktor utama korupsi biasanya pelaku-pelaku yang lain dihukum dahulu. Ada kasus di mana sudah ada lima orang yang dihukum karena terbukti korupsi, tapi aktor intelektualnya belum. Nah, tanpa Anda tahu, tiba-tiba lima orang ini ini dibebaskan semuanya di tingkat PK (Peninjauan Kembali). Sehingga, akhirnya tidak ada lagi alasan hukum untuk menangkap si aktor intelektual.
PK-nya kapan, siapa yang mengajukan, tidak jelas. Tidak ada beritanya. Tiba-tiba saja orang-orang itu bebas setelah PK. Yang menarik, hasil PK itu diputuskan saat mereka sudah dihukum dan keluar dari penjara. Lima orang tadi sudah dihukum dan dinyatakan terbukti bersalah mulai dari tingkat pengadilan negeri sampai kasasi. Aktor intelektualnya tidak lagi bisa disentuh karena kelima pelaku sudah dinyatakan tidak bersalah.
Itu terjadi pada kasus apa, persisnya?
Banyak lah. Ini modus baru dalam membebaskan koruptor. Siapa orang yang mengotaki ini? Kok bisa mendekati MA (Mahkamah Agung), lalu tiba-tiba keluar putusan PKnya? Itu cara yang sangat berbahaya. Semua koruptor bisa bebas karena praktik ini. Yang bisa minta PK ke MA itu kan tidak sembarang orang.
Mulai muncul protes sistem tata negara kita sekarang sangat didominasi parlemen. Keberadaan MK bisa jadi pengimbang kekuasaan parlemen?
Dari struktur ketatanegaraan, MK memang menyeimbangkan. Problemnya sekarang, menurut saya, adalah tidak kompetibelnya sistem pemerintahan dan sistem kepartaian. Sistem kepartaian kita terlalu liberal. Partai bebas melakukan apa saja, partai bebas didirikan oleh siapa saja, boleh ikut pemilu dengan syarat yang sangat ringan. Mestinya, di sistem presidensial, partai itu disederhanakan.
Maka itu, saya sangat setuju parliamentary treshold itu agak tinggi. Saya usul 7,5 persen sehingga nanti muncul 3 atau 4 partai saja. Menurut saya itu bagus karena penguatan ideologi negara akan terjadi di situ.
Anda melontarkan isu jual-beli pasal di DPR, kenapa berhenti sebatas wacana saja?
Hahaha ... Kalau itu sih menurut saya tidak bisa dibantah, sampai sekarang pun ada. Jangankan di DPR, di pengadilan pun ada. MK pun dicoba agar muncul putusan tertentu. Saya berharap Abraham dapat membongkar ini. KPK kan sudah memanggil orang-orang Badan Anggaran DPR. Yang dipanggil ke KPK itu kan semua kasus itu, kasus permintaan komisi 6-7 persen. Dipanggil semua, lalu DPR mengamuk mau membubarkan KPK.
Praktek jual beli pasal itu sudah lama terjadi, bukan?
Iya, sejak lama, tapi sekarang lebih lagi. Dulu di zaman Orde Baru pernah ada berita kasus Menteri Tenaga Kerja Abdul Latief yang memberikan sekian miliar rupiah untuk membayari anggota DPR tidur di hotel untuk membahas undang-undang. Itu bukan lagi rahasia umum karena sudah dimuat di koran-koran. Cuma, waktu itu kalau Pak Harto bilang bukan masalah, kan langsung selesai.
Yang terjadi sekarang di Orde Reformasi, saya berani saja mengungkapnya. Kalau mau bicara bukti, buktinya sudah berupa putusan pengadilan, kok. Kalau mau bicara indikasi, Wa Ode Nurhayati (politisi PAN) dipanggil saja. Dia kan punya data.
Waktu jadi menteri bagaimana pengalaman Anda soal jual-beli pasal ini?
Oh, pernah... Itu lucu. Waktu itu saya membahas Undang-undang Pertahanan bersama LSM Pro Patria. Saya panggil orang luar supaya baik, termasuk Ikrar Nusa Bhakti. Draf itu saya pertahankan di DPR. Selesai, tinggal diundangkan.
Sesudah itu tiba-tiba ada nota dari Dirjen saya. Dia bilang, "Pak, ada undangan main golf." Saya lalu kasih disposisi, "Saya tidak bisa main golf."
Seminggu kemudian Dirjen itu datang lagi, "Pak, ini sudah ditunggu main golf." Saya bilang, "Saya kan sudah bilang saya tidak bisa main golf." Dia bilang, "Bukan begitu, Pak. Kalau main golf-nya, Bapak tidak usah hadir, tapi ininya, Pak (Mahfud mengusap-usap jarinya melambangkan uang)... untuk undang-undang yang sudah disetujui.
Wah, saya baru mengerti, saya pikir betulan diajak main golf ... hehehe. Saya bilang saja, "Kalau begitu, tidak usah... lebih baik tidak diundangkan saja undang-undang itu."
Anda akan maju sebagai calon presiden atau wakil presiden di 2014 nanti?
Hahaha... Sekarang kan saya sudah Presiden... MK. Kemarin saya hadir di pertemuan Presiden MK sedunia di Rusia. Ketika disuruh pidato saya dipanggil Mr. President. Jadi, nggak perlu mencalonkan lagi, sekarang saja sudah presiden, ke mana-mana dipanggil "Mr. President". Di mana-mana, Ketua MK itu disebut "President". Saya sendiri menyebut diri saya Chief Justice saja.
Bagaimana kalau dicalonkan?
Agak susah saya menjawab pertanyaan ini. Kalau saya jawab tidak, nanti orang menilai saya berpura-pura saja. Tapi kalau bilang oke, nanti orang bilang kok nggak tahu diri. Jadi, agak susah saya menjawab itu... hahaha. Jadi, saya bilang tunggu saja lah. Biarkan sejarah berjalan menurut hukumnya sendiri.
Sudah ada partai yang melamar?
Terus terang sudah, baik parpol besar dan kecil sudah datang ke saya. Mereka bicara kemungkinan-kemungkinan itu. Ada yang mengutus orang, ada yang bicara sendiri di meja makan. Ya, saya jawab seperti tadi itu. Saya ini kan, pertama, nggak punya modal--partai maupun uang. Kedua, saya nggak punya model... hahaha
0 komentar:
Posting Komentar