Jumat, 06 April 2012

Berita Politik : Pemerintah dan Pers Sebagai Sumber dan saluran Komunikasi








Berita Politik : Pemerintah dan Pers
sebagai Sumber dan Saluran Komunikasi Politik

Mohammad Ali Andrias, S.IP.,M.Si


A. Pengantar

Orang  mengetahui perilaku dari berbagai media massa, media interpersonal, dan media organisasi. Dari hari ke hari orang Amerika sangat mengandalkan pers bagi informasi politik mereka, informasi yang diterima mereka dalam bentuk berita. Istilah pers menunjuk kepada semua media berita, bukan hanya surat kabar, majalah berita, dan bahan cetak lainnya. Pers mencakup siaran berita radio dan televisi, dokumenter, dan semua alat untuk meneruskan informasi politik kepada khalayak massa secara terorganisasi. Sebelumnya kita sudah menguraikan jenis komunikator politik, yakni politikus yang mencalonkan diri untuk menjadi pejabat, menggunakan secara luas berbagai media berita untuk tujuan persuasif (pendekatan). Setelah menjadi pejabat, politikus meneruskan penggunaan pers sebagai alat vital untuk berkomunikasi dengan warga negara. Sekarang dalam pembahasan ini akan meninjau hubungan antara dua perangkat komunikator politik, yakni pejabat pemerintah dan jurnalis. Hubungan itu membentuk jaringan yang melibatkan pejabat dalam peran sumber berita dan jurnalis sebagai saluran komunikasi. Hasilnya, berupa transaksi sumber-saluran, menciptakan hubungan pemerintah-pers. Kita akan menelaah jaringan itu dalam hubungannya dengan sifat berita politik, peran pers dalam membuat berita serta peran pemerintah dalam mengelola berita, dan konsekuensi proses pembuatan-pengelolaan berita terhadap komunikasi politik.

B. Apa Berita Itu ?

Karena berita adalah dasar dari begitu banyak informasi politik yang diterima orang, sebaiknya kita memulai dengan bertanya apa berita itu, melihat kepada apa yang telah dikatakan orang, dan mencoba membuar karakterisasi sementara dari kita sendiri.

C. Pandangan Alternatif

Dalam analisisnya tentang komunikator professional dalam masyarakat modern, James Carey melukiskan jurnalistik sebagai pekerjaan yang menggunakan lambang secara kreatif dan imajinatif. Jurnalis ‘menangkap situasi, menyebut unsur-unsur, struktur dan ramuan yang menonjol, dan memberi nama dengan cara yang mengandung sikap terhadapnya. Melalui pemberian nama, jurnalis membuat berita ; seperti wasit ketiga dalam anekdot. Reporter dapat mengatakan “ Mereka bukan siapa-siapa, sebelum saya menamai mereka”. Akan tetapi mengatakan bahwa berita adalah apa yang disebut oleh orang pers, berarti memilih hanya satu dari banyak definisi yang dikemukakan.
Definisi itu mengandung masalah yang jelas, yaitu memberi peluang bagi timbulnya banyak definisi tentang apa berita dan apa yang bukan berita, sebanyak jumlah jurnalis yang membuat definisi itu. Akibatnya ialah kemungkinan tidak adanya konsensus tentang cara menarik perbedaan diantara berita dan bukan berita.

Berita Kebenaran dan Desas Desus


Dengan demikian maka berita adalah laporan yang bermakna tentang peristiwa, laporan yang menyangkut pilihan beberapa orang (terutama wartawan) yang melakukan pilihan yang memberi nama, mengintreptasikan, dan memberi bentuk kepada kejadian yang diketahui. Jadi, definisi berita, seperti definisi setiap kata atau lambang yang lain, adalah inheren dengan politik karena  elibatkan orang-orang yang melakukan pilihan dan, jika terjadi pilihan yang bertentangan, menegoisasikan pengertian kolektif. Dengan mengikuti Sigal, kita kira sebaiknya dibedakan antara pilihan dan putusan. Putusan menyiratkan pertimbangan yang disadari tentang pokok masalah, pilihan tidak begitu diperhitungkan dan mencakup pemilihan dari berbagai objek yang dapat dipilih, pemilihan dilakukan dalam kondisi ketidakpastian mengenai konsekuensi yang tepat dari memilih satu alternatif dari alternatif yang lain.
Karena pembuatan berita itu melibatkan pilihan banyak orang, pilihan yang sering tidak memeriksa factor-faktor yang mendasari peristiwa, berita harus dibedakan dari kebenaran. Fungsi kebenaran, tulis Lippman,” adalah menyingkapkan fakta yang tersembunyi, menempatkannya dalam hubungan satu sama lain, dan membuat gambaran tentang realitas yang dapat mendasari tindakan orang”. Berita mempunyai fungsi yang lain, yaitu ‘mengisyaratkan peristiwa” dengan cara yang dianggap orang bermakna dalam kehidupan mereka sehari-hari. Berita, kata Lippman, hanyalah laporan yang disarikan dri “lautan ikhwal yang mungkin merupakan kebenaran”. Orang dapat berita, tetapi tanpa pengetahuan sebelumnya tentang konsekuensi yang tersembunyi dari perbuatan itu.
Bila berita itu bukan kebenaran, demikian pula desas-desus. Bagaimanapun, desas-desus sebagai komunikasi diantara orang-orang yang bergabung, dalam situasi yang bermakna ganda dalam upaya menyusun intrepetasi yang bermakna. Dalam pengertian ini, desas-desus adalah suatu bentuk berita. Akan tetapi, kata Shibutani, sebenarnya desas-desus adalah pengganti berita. Jika saluran yang dilembagakan untuk komunikasi seperti pers tidak menyajikan informasi untuk membantu orang menghilangkan ambiguitas dan mengurangi ketidakpastian, orang bergabung untuk memenuhi permintaan mereka akan berita dengan menyusun desas-desus.
Barangkali, cara terbaik untuk memikirkan berita, kebenaran, dan desas-desus ialah bahwa ketiganya diturunkan dari upaya orang untuk menengahi hal yang tak terduga. Dalam proses membuat yang tak terduga menjadi rutin, kredibilitas laporan-apakah orang mempercayainya lebih sebagai kebenaran yang actual daripada sebagai kepalsuan-sangat menentukan. Kita bertindak atas dasar kepercayaan, nilai, dan pengharapan kita, tidak selalu atas dasar kebenaran yang didemonstrasikan.

E. Membuat Berita Politik : Peran Pengumpulan Berita Pada Pers


Proses pembuatan berita politik berkembang melalui saling lingkup berbagai pengaruh. Dalam bagian ini kita akan menijau proses yang diturunkan dari kegiatan pers, khususnya pengaruh organisasi berita, hubungan antara reporter dan pejabat, proses pengumpulan berita, dan penyajian berita. Dalam bagian berikut kita akan kembali kepada segi utama kedua dalam proses transformasi peristiwa menjadi berita politik, yakni bagaimana pemerintah mengelola informasi.

E.1. Pengaruh Organisasi

Organisasi berita adalah badan usaha yang personelnya mengumpulkan, menyunting, dan menyebarkan laporan serta evaluasi tentang peristiwa. Meskipun tidak begitu birokratis seperti jawatan pemerintah yang khas, organisasi berita mempunyai sifat birokratis. Bnayak organisasi berita yang merupakan struktur yang besar dan kompleks. Jaringan televisi yang besar seperti RCTI, SCTV, Metro TV dan lainnya, termasuk harian media cetak seperti Kompas, Media Indonesia, Seputar Indonesia, dan Pikiran Rakyat. Setiap struktur organisasi berita mempunyai spesialisasi dan pembagian kerja-peran terpisah dan pertanggungjawaban dalam surat kabar bagi penerbit, editor pengelola, reporter, pencetak dan distributor.
Organisasi peran itu bersifat hierarkis, baik dalam penstrukturan siapa yang melaporkan kepada siapa (mata rantai komando) maupun dalam enetapkan prosedur operasi standar, atau “saluran tindakan” dalam meliput cerita.

E.2Nilai
Baik secara implisit maupun eksplisit, dalam operasi setiap organisasi berita terdapat seperangkat nilai yang dominan yang menjadi pedoman pemilihan kebijakan,, terutama dalam pemilihan berita. Sebuah organisasi, misalnya, bisa memperhatikan terutama pembinaan jumlah pembaca atau penilaian khalayak, yang lain bisa membanggakan diri atas pelaporannya yang cermat. Yang lain atas keseluruhan mutu keahliannya (surat kabar dan media elektronik yang diedit terbaik di Indonesia).
Melalui latihan sambil bekerja di dalam organisasi induk, jurnalis belajar mengenal nilai yang dihargai dan setidak-tidaknya secara tidak sadar menerapkannya. Nilai organisasi juga masuk ke dalam pengolahan berita televisi. Yang pasti, pengarah jaringan berita berfikir dengan cara dialektis. Oleg sebab itu. Kisah berita televisi yang baik memiliki unsur konflik yang kuat unsure tesis lawan antitesis. Dalam menetapkan berita setiap hari, peristiwa yang memiliki sifat konflik mendapat perhatian utama—persengketaan partai, ras, hukum, dan bentuk persengketaan lain mendominasi berita televisi malam. Nilai dramatis juga masuk ke dalam pengumpulan kisah berita televisi.
Setiap kisah berita, tanpa sama sekali mengorbankan kejujuran dan tanggungjawab, harus mempertunjukkan cirri-ciri fiksi atau drama. Kisah berita harus memiliki struktur dan konflik, masalah dan penyeleseian, aksi yang meningkat dan aksi yang menurun, awal, tengah dan akhir.

E.3. Ritualisasi Berita
Untuk menghindari tuduhan mempunyai kecenderungan politik, banyak organisasi berita yang bersiteguh bahwa jurnalis melaksanakan “objektivitas”. Sebenarnya, seperti argumentasi ilmuwan komunikasi Tuchman, pelaporan objektif adalah ritual, prosedur rutin yang hampir tidak ada hubungannya dengan penghilangan sikap memihak dari pembuatan berita. Dalam arti, yang penting setiap jurnalis yang memasukan laporan, melakukan banyak sekali kebijaksanaan. Versi reporter tentang kebenaran hanyalah salah satu pertimbangan subjektif. Jurnalistik, seperti ditekankan oleh Lippman, bukanlah laporan tangan pertama tentang bahan mentah kejadian melainkan laporan yang disesuaikan dengan kepercayaan, nilai dan pengharapan pilihan. Ada strategi yang menyesuaikan gaya dan meritualkan pembuatan berita menurut pedoman organisasi tentang objektivitas :
1.      Penyajian kemungkinan yang bertentangan : dalam menghadapi masalah yang tidak dapat disingkapkan ‘fakta’nya, reporter mempertahankan objektivitas dengan menyajikan laporan yang bertentangan. Misalnya, kasus korupsi dari dana Bank Indonesia yang melibatkan beberapa anggota DPR-RI, namun dibantah keras oleh Badan Kehormatan DPR-RI. Tapi reporter mencari berita dengan pejabat lain misalnya KPK, atau pejabat lain yang mengetahui hal tersebut. Dengan demikian, reporter dapar merebut headline (kepala berita).
2.      Penyajian bukti yang mendukung :  strategi ini terdiri atas penyebutan bukti yang biasa diterima sebagai kenyataan untuk mendukung pertanyaan yang keontetikannya diragukan.
3.      Kebijaksanaan penggunaan tanda kutip : bagi jurnalis, bukti yang mendukung kebanyakan terdiri atas pengutipan pendapat orang lain. Seorang reporter bisa berkeinginan menulis bahwa walikota setempat memiliki reputasi jelek, tetapi ia tidak dapat mengatakan demikian. Namun, ia dapat mengutip anggota dewan dengan tujuan yang sama, dan demikian ia menjaga suasana pelaporan yang objektif.
4.      Penyusunan cerita dengan urutan yang tepat : biasanya berita disajikan dalam format pyramid terbalik. Penulis menempatkan informas terpenting tentang sesuatu peristiwa dalam paragraph pertama dan bahan yang kepentingannya berkurang di tempatkan dalam setiap paragraph berikutnya. Dengan menerapkan rumus bahwa informasi mengani “siapa, apa, dimana, mengapa, dan bagaimana” merupakan “fakta material” dari suatu cerita, reporter memperkenalkan unsur-unsur ini lebih dulu. Paragraph-paragraf berikutnya disediakan bagi pernyataan yang lebih spekulatif.
5.      Pelabelan analisis berita :  dalam banyak hal reporter, kolumnis, dan editor tidak berbuat seakan-akan objektif, mereka memberi label laporan demikian dengan “komentar” atau “analsisi berita”. Namun indikasinya ialah bahwa semua cerita yang tidak ditunjukkan seperti itu adalah laporan objektif atau tidak memihak.      

Maksud berbagai strategi ini bukanlah untuk mencapai objektivitas. Strategi ini tidak mencapai objektivitas, tetapi merupakan rasiona; yang praktis yang digunakan jurnalis untuk menyesuaikan diri dengan tekanan organisasi seperti deadline, dan perintah untuk menghindari tuntutan atas dasar fitnah, dan untuk memberikan jawaban dalam menghadapi teguran dari atasan. “prosedur berita yang ditampakkan sebagai sifat formal kisah berita dan surat kabar ini sebenarnya adalah strategi yang digunakan oleh wartawan untuk melindungi diri terhadap dan untuk meletakkan tuntutan profesional agar bersikap objektif”.

E.4. Pengolahan Berita


Banyak jalan prosedur yang diikuti organisasi berita dalam memproses peristiwa menjadi berita. Hal ini juga mempengaruhi sifat laporan. Proses ini mencakup, pertama, prosedur penugasan mencari berita. Dalam beberapa hal reporter mengambil inisiatif dalam menetapkan peristiwa yang bernilai berita, baik melalui pekerjaannya sebagai reporter dengan tugas umum maupun untuk peristiwa khusus – pertemuan politik, pidato, pemeriksaan jawatan, dan sebagainya. Ada juga, yang kedua, prosedur untuk mengedit naskah berita, apakah naskah itu disajikan melalui surat kabar, makajah berita atau televisi. Dan yang terakhir, cerita dapat dihentikan melalui putusan manajemen.
Bagaimana  cerita diperoleh, diedit, dan dipilih untuk dipublikasikan atau untuk ruang pemotongan memberikan kesan menyeluruh tentang organisasi berita. Ada organisasi yang reporternya memegang inisiatif untuk memilih peristiwa yang bernilai berita sementara copy editor dan personel penulis memainkan peran pasif. Organisasi seperti ini mengembangkan reputasi sebagai “surat kabar reporter”. Surat kabar editor menyiratkan bahwa yang diutamakan adalah pilihan editor dan manajemen. Majalah berita mingguan dan acara berita televisi jaringan kabel biasanya didominasi oleh pertimbangan editorial dalam mendukung nilai, ritual, pedoman kontrol, dan kedudukan ekonomi organisasi berita masing-masing.



0 komentar:

Entri Populer