Mohammad Ali Andrias, S.IP.,M.Si
A. Pengantar
Orang mengetahui perilaku dari berbagai media
massa, media interpersonal, dan media organisasi. Dari hari ke hari orang
Amerika sangat mengandalkan pers bagi informasi politik mereka, informasi yang
diterima mereka dalam bentuk berita. Istilah pers menunjuk kepada
semua media berita, bukan hanya surat kabar, majalah berita, dan bahan cetak
lainnya. Pers mencakup siaran berita radio dan televisi, dokumenter, dan semua
alat untuk meneruskan informasi politik kepada khalayak massa secara
terorganisasi. Sebelumnya kita sudah menguraikan jenis komunikator politik,
yakni politikus yang mencalonkan diri untuk menjadi pejabat, menggunakan secara
luas berbagai media berita untuk tujuan persuasif (pendekatan). Setelah menjadi
pejabat, politikus meneruskan penggunaan pers sebagai alat vital untuk
berkomunikasi dengan warga negara. Sekarang dalam pembahasan ini akan meninjau
hubungan antara dua perangkat komunikator politik, yakni pejabat pemerintah dan
jurnalis. Hubungan itu membentuk jaringan yang melibatkan pejabat dalam peran
sumber berita dan jurnalis sebagai saluran komunikasi. Hasilnya, berupa
transaksi sumber-saluran, menciptakan hubungan pemerintah-pers. Kita akan
menelaah jaringan itu dalam hubungannya dengan sifat berita politik, peran pers
dalam membuat berita serta peran pemerintah dalam mengelola berita, dan
konsekuensi proses pembuatan-pengelolaan berita terhadap komunikasi politik.
B. Apa Berita Itu ?
Karena berita adalah dasar
dari begitu banyak informasi politik yang diterima orang, sebaiknya kita
memulai dengan bertanya apa berita itu, melihat kepada apa yang telah dikatakan
orang, dan mencoba membuar karakterisasi sementara dari kita sendiri.
C. Pandangan Alternatif
Dalam analisisnya tentang
komunikator professional dalam masyarakat modern, James Carey melukiskan
jurnalistik sebagai pekerjaan yang menggunakan lambang secara kreatif dan
imajinatif. Jurnalis ‘menangkap situasi, menyebut unsur-unsur, struktur dan
ramuan yang menonjol, dan memberi nama dengan cara yang mengandung sikap
terhadapnya. Melalui pemberian nama, jurnalis membuat berita ; seperti wasit
ketiga dalam anekdot. Reporter dapat mengatakan “ Mereka bukan siapa-siapa,
sebelum saya menamai mereka”. Akan tetapi mengatakan bahwa berita adalah apa
yang disebut oleh orang pers, berarti memilih hanya satu dari banyak definisi
yang dikemukakan.
Definisi itu mengandung
masalah yang jelas, yaitu memberi peluang bagi timbulnya banyak definisi
tentang apa berita dan apa yang bukan berita, sebanyak jumlah jurnalis yang
membuat definisi itu. Akibatnya ialah kemungkinan tidak adanya konsensus
tentang cara menarik perbedaan diantara berita dan bukan berita.
Berita Kebenaran dan Desas Desus
Dengan demikian maka berita adalah laporan yang
bermakna tentang peristiwa, laporan yang menyangkut pilihan beberapa orang
(terutama wartawan) yang melakukan pilihan yang memberi nama,
mengintreptasikan, dan memberi bentuk kepada kejadian yang diketahui. Jadi,
definisi berita, seperti definisi setiap kata atau lambang yang lain, adalah
inheren dengan politik karena elibatkan
orang-orang yang melakukan pilihan dan, jika terjadi pilihan yang bertentangan,
menegoisasikan pengertian kolektif. Dengan mengikuti Sigal, kita kira sebaiknya
dibedakan antara pilihan dan putusan. Putusan menyiratkan pertimbangan yang
disadari tentang pokok masalah, pilihan tidak begitu diperhitungkan dan mencakup
pemilihan dari berbagai objek yang dapat dipilih, pemilihan dilakukan dalam
kondisi ketidakpastian mengenai konsekuensi yang tepat dari memilih satu
alternatif dari alternatif yang lain.
Karena pembuatan berita
itu melibatkan pilihan banyak orang, pilihan yang sering tidak memeriksa
factor-faktor yang mendasari peristiwa, berita harus dibedakan dari kebenaran.
Fungsi kebenaran, tulis Lippman,” adalah menyingkapkan fakta yang tersembunyi,
menempatkannya dalam hubungan satu sama lain, dan membuat gambaran tentang
realitas yang dapat mendasari tindakan orang”. Berita mempunyai fungsi yang
lain, yaitu ‘mengisyaratkan peristiwa” dengan cara yang dianggap orang bermakna
dalam kehidupan mereka sehari-hari. Berita, kata Lippman, hanyalah laporan yang
disarikan dri “lautan ikhwal yang mungkin merupakan kebenaran”. Orang dapat
berita, tetapi tanpa pengetahuan sebelumnya tentang konsekuensi yang
tersembunyi dari perbuatan itu.
Bila berita itu bukan
kebenaran, demikian pula desas-desus. Bagaimanapun, desas-desus sebagai komunikasi
diantara orang-orang yang bergabung, dalam situasi yang bermakna ganda dalam
upaya menyusun intrepetasi yang bermakna. Dalam pengertian ini, desas-desus
adalah suatu bentuk berita. Akan tetapi, kata Shibutani, sebenarnya desas-desus
adalah pengganti berita. Jika saluran yang dilembagakan untuk komunikasi
seperti pers tidak menyajikan informasi untuk membantu orang menghilangkan
ambiguitas dan mengurangi ketidakpastian, orang bergabung untuk memenuhi
permintaan mereka akan berita dengan menyusun desas-desus.
Barangkali, cara terbaik
untuk memikirkan berita, kebenaran, dan desas-desus ialah bahwa ketiganya
diturunkan dari upaya orang untuk menengahi hal yang tak terduga. Dalam proses
membuat yang tak terduga menjadi rutin, kredibilitas laporan-apakah orang
mempercayainya lebih sebagai kebenaran yang actual daripada sebagai
kepalsuan-sangat menentukan. Kita bertindak atas dasar kepercayaan, nilai, dan
pengharapan kita, tidak selalu atas dasar kebenaran yang didemonstrasikan.
E. Membuat Berita Politik : Peran Pengumpulan Berita Pada Pers
Proses pembuatan berita politik berkembang melalui
saling lingkup berbagai pengaruh. Dalam bagian ini kita akan menijau proses
yang diturunkan dari kegiatan pers, khususnya pengaruh organisasi berita,
hubungan antara reporter dan pejabat, proses pengumpulan berita, dan penyajian
berita. Dalam bagian berikut kita akan kembali kepada segi utama kedua dalam
proses transformasi peristiwa menjadi berita politik, yakni bagaimana
pemerintah mengelola informasi.
E.1. Pengaruh
Organisasi
Organisasi berita adalah
badan usaha yang personelnya mengumpulkan, menyunting, dan menyebarkan laporan
serta evaluasi tentang peristiwa. Meskipun tidak begitu birokratis seperti
jawatan pemerintah yang khas, organisasi berita mempunyai sifat birokratis.
Bnayak organisasi berita yang merupakan struktur yang besar dan kompleks.
Jaringan televisi yang besar seperti RCTI, SCTV, Metro TV dan lainnya, termasuk
harian media cetak seperti Kompas, Media Indonesia, Seputar Indonesia, dan
Pikiran Rakyat. Setiap struktur organisasi berita mempunyai spesialisasi dan
pembagian kerja-peran terpisah dan pertanggungjawaban dalam surat kabar bagi
penerbit, editor pengelola, reporter, pencetak dan distributor.
Organisasi peran itu
bersifat hierarkis, baik dalam penstrukturan siapa yang melaporkan kepada siapa
(mata rantai komando) maupun dalam enetapkan prosedur operasi standar, atau
“saluran tindakan” dalam meliput cerita.
E.2Nilai
Baik secara implisit
maupun eksplisit, dalam operasi setiap organisasi berita terdapat seperangkat
nilai yang dominan yang menjadi pedoman pemilihan kebijakan,, terutama dalam
pemilihan berita. Sebuah organisasi, misalnya, bisa memperhatikan terutama
pembinaan jumlah pembaca atau penilaian khalayak, yang lain bisa membanggakan
diri atas pelaporannya yang cermat. Yang lain atas keseluruhan mutu keahliannya
(surat kabar dan media elektronik yang diedit terbaik di Indonesia).
Melalui latihan sambil
bekerja di dalam organisasi induk, jurnalis belajar mengenal nilai yang
dihargai dan setidak-tidaknya secara tidak sadar menerapkannya. Nilai
organisasi juga masuk ke dalam pengolahan berita televisi. Yang pasti, pengarah
jaringan berita berfikir dengan cara dialektis. Oleg sebab itu. Kisah berita
televisi yang baik memiliki unsur konflik yang kuat unsure tesis lawan
antitesis. Dalam menetapkan berita setiap hari, peristiwa yang memiliki sifat
konflik mendapat perhatian utama—persengketaan partai, ras, hukum, dan bentuk
persengketaan lain mendominasi berita televisi malam. Nilai dramatis juga masuk
ke dalam pengumpulan kisah berita televisi.
Setiap kisah berita, tanpa
sama sekali mengorbankan kejujuran dan tanggungjawab, harus mempertunjukkan
cirri-ciri fiksi atau drama. Kisah berita harus memiliki struktur dan konflik,
masalah dan penyeleseian, aksi yang meningkat dan aksi yang menurun, awal,
tengah dan akhir.
E.3. Ritualisasi Berita
Untuk menghindari tuduhan
mempunyai kecenderungan politik, banyak organisasi berita yang bersiteguh bahwa
jurnalis melaksanakan “objektivitas”. Sebenarnya, seperti argumentasi ilmuwan
komunikasi Tuchman, pelaporan objektif adalah ritual, prosedur rutin yang
hampir tidak ada hubungannya dengan penghilangan sikap memihak dari pembuatan
berita. Dalam arti, yang penting setiap jurnalis yang memasukan laporan,
melakukan banyak sekali kebijaksanaan. Versi reporter tentang kebenaran
hanyalah salah satu pertimbangan subjektif. Jurnalistik, seperti ditekankan
oleh Lippman, bukanlah laporan tangan pertama tentang bahan mentah kejadian
melainkan laporan yang disesuaikan dengan kepercayaan, nilai dan pengharapan
pilihan. Ada strategi yang menyesuaikan gaya dan meritualkan pembuatan berita
menurut pedoman organisasi tentang objektivitas :
1.
Penyajian
kemungkinan yang bertentangan :
dalam menghadapi masalah yang tidak dapat disingkapkan ‘fakta’nya, reporter
mempertahankan objektivitas dengan menyajikan laporan yang bertentangan.
Misalnya, kasus korupsi dari dana Bank Indonesia yang melibatkan beberapa
anggota DPR-RI, namun dibantah keras oleh Badan Kehormatan DPR-RI. Tapi
reporter mencari berita dengan pejabat lain misalnya KPK, atau pejabat lain
yang mengetahui hal tersebut. Dengan demikian, reporter dapar merebut headline
(kepala berita).
2.
Penyajian
bukti yang mendukung :
strategi ini terdiri atas
penyebutan bukti yang biasa diterima sebagai kenyataan untuk mendukung
pertanyaan yang keontetikannya diragukan.
3.
Kebijaksanaan
penggunaan tanda kutip : bagi
jurnalis, bukti yang mendukung kebanyakan terdiri atas pengutipan pendapat
orang lain. Seorang reporter bisa berkeinginan menulis bahwa walikota setempat
memiliki reputasi jelek, tetapi ia tidak dapat mengatakan demikian. Namun, ia
dapat mengutip anggota dewan dengan tujuan yang sama, dan demikian ia menjaga
suasana pelaporan yang objektif.
4.
Penyusunan
cerita dengan urutan yang tepat : biasanya
berita disajikan dalam format pyramid terbalik. Penulis menempatkan informas
terpenting tentang sesuatu peristiwa dalam paragraph pertama dan bahan yang
kepentingannya berkurang di tempatkan dalam setiap paragraph berikutnya. Dengan
menerapkan rumus bahwa informasi mengani “siapa, apa, dimana, mengapa, dan
bagaimana” merupakan “fakta material” dari suatu cerita, reporter
memperkenalkan unsur-unsur ini lebih dulu. Paragraph-paragraf berikutnya
disediakan bagi pernyataan yang lebih spekulatif.
5.
Pelabelan
analisis berita : dalam banyak hal reporter, kolumnis, dan
editor tidak berbuat seakan-akan objektif, mereka memberi label laporan
demikian dengan “komentar” atau “analsisi berita”. Namun indikasinya ialah
bahwa semua cerita yang tidak ditunjukkan seperti itu adalah laporan objektif
atau tidak memihak.
Maksud berbagai strategi ini bukanlah untuk mencapai
objektivitas. Strategi ini tidak mencapai objektivitas, tetapi merupakan
rasiona; yang praktis yang digunakan jurnalis untuk menyesuaikan diri dengan
tekanan organisasi seperti deadline, dan perintah untuk menghindari
tuntutan atas dasar fitnah, dan untuk memberikan jawaban dalam menghadapi
teguran dari atasan. “prosedur berita yang ditampakkan sebagai sifat formal
kisah berita dan surat kabar ini sebenarnya adalah strategi yang digunakan
oleh wartawan untuk melindungi diri terhadap dan untuk meletakkan tuntutan
profesional agar bersikap objektif”.
E.4. Pengolahan Berita
Banyak jalan prosedur yang
diikuti organisasi berita dalam memproses peristiwa menjadi berita. Hal ini
juga mempengaruhi sifat laporan. Proses ini mencakup, pertama,
prosedur penugasan mencari berita. Dalam beberapa hal reporter mengambil
inisiatif dalam menetapkan peristiwa yang bernilai berita, baik melalui
pekerjaannya sebagai reporter dengan tugas umum maupun untuk peristiwa khusus –
pertemuan politik, pidato, pemeriksaan jawatan, dan sebagainya. Ada juga, yang kedua,
prosedur untuk mengedit naskah berita, apakah naskah itu disajikan melalui
surat kabar, makajah berita atau televisi. Dan yang terakhir,
cerita dapat dihentikan melalui putusan manajemen.
Bagaimana cerita diperoleh, diedit, dan dipilih untuk
dipublikasikan atau untuk ruang pemotongan memberikan kesan menyeluruh tentang
organisasi berita. Ada organisasi yang reporternya memegang inisiatif untuk
memilih peristiwa yang bernilai berita sementara copy editor dan
personel penulis memainkan peran pasif. Organisasi seperti ini mengembangkan
reputasi sebagai “surat kabar reporter”. Surat kabar editor menyiratkan bahwa
yang diutamakan adalah pilihan editor dan manajemen. Majalah berita mingguan
dan acara berita televisi jaringan kabel biasanya didominasi oleh pertimbangan
editorial dalam mendukung nilai, ritual, pedoman kontrol, dan kedudukan ekonomi
organisasi berita masing-masing.
0 komentar:
Posting Komentar