Berpartisipasi
dalam Politik :
Konsekuensi
Komunikasi yang Mempolitikan
Mohammad Ali
Andrias,S.IP.,M.Si
Melalui pengalaman
sosialisasi dan komunikasi, orang akan mengembangkan kepercayaan, nilai dan
pengharapan yang relevan dengan politik. Apakah hal ini mengakibatkan orang
dewasa akan berperan aktif dalam politik, yang bergantung pada terbukanya dan
tanggapan orang tersebut terhadap komunikasi yang mempolitikan, maupun
komunikasi yang mensosialisasikan. Pembahasan ini akan menguraikan hubungan
diantara komunikasi politik dengan partisipasi politik. Fokus dalam
pembahasan ini akan mengamati tipe-tipe orang yang akan mengambil bagian dalam
politik, bagaimana mereka melakukannya, dan faktor-faktor yang berkaitan dengan
pendorongan atau pengurangan kegiatan politik mereka. Akhirnya kita bisa
meneliti satu faktor secara rinci, yaitu sebagaimana partisipan menanggapi
komunikasi politik.
A. Komunikator Politik Sebagai Partisipan
Politik
Dalam bagian ini
akan mencoba menguraikan tipe-tipe orang seperti politikus, komunikator
profesional, dan aktivis politik yang memainkan peran kepemimpinan
dalam komunikasi politik. Politikus baik
yang mewakili anggota/golongannya atau politikus idiolog, berkomunikasi untuk
kepentingan para pemilih atau untuk kepentingan tujuan. Juru bicara kelompok
terorganisasi dan pemuka pendapat (pengamat politik) memainkan peran yang jauh
lebih aktif dalam komunikasi politik dibandingkan dengan warga negara pada
umumnya.
Meski pada
pertemuan sebelumnya kita menekankan peran kepemimpinan sebagai komunikator
politik, kita juga mengemukakan bahwa para pengikut politik pun adalah
komunikator. Lebih dari itu, kita membedakan orang yang merupakan
pengikut politik (partisipan politik) mereka yang menaruh minat aktif dalam
politik dan bukan pengikut politik (mereka yang tidak tahu menahu atau apatis
terhadap urusan politik). Dalam bahasan ini perhatian kita adalah pada
pengikut yang aktif dan berminat yang diberi label sebagai partisipan politik.
Bukan pada pemimpin politik atau bukan pada pengikut. Dalam komunikasi
politik, partisipan politik adalah anggota khalayak yang aktif yang tidak hanya
memperhatikan apa yang dikatakan oleh para pemimpin politik, tetapi juga
menanggapi dan bertukar pesan dengan para pemimpinnya. Ringkasnya, partisipan
politik melakukan kegiatan bersama-sama dengan para pemimpin politik, yaitu
mereka sama-sama komunikator politik.
James
Rosenau, mencoba menguraikan
pandangannya dengan cara memperhatikan dua perangkat utama warga negara yang
merupakan khalayak dari partisipan dalam komunikasi politik. Pertama,
terdiri atas orang-orang yang sangat memperhatikan politik, tidak hanya
selama bertahun-tahun pemilihan umum (pemilu), tetapi juga diantara pemilu
tersebut, para pengamat politik ini berlaku sebagai khalayak tak terorganisasi
bagi imbauan pemimpin politik, mereka disiarkan ditelevisi ketika mengutarakan
pendapatnya, membaca surat kabar dan menulis opini di dalam surat kabar,
mengikuti ceramah dan pidato politik, mengajukan pertanyaan kepada pemimpin
politik yang menyampaikan informasi-informasi politik, berbicara politik dengan
kawan dan kenalannya dan berbagai aktivitas lainnya mengikuti perkembangan
politik di dalam negeri maupun luar negeri.
Melalui kegiatan
ini para pengamat (partisipan politik) mengingatkan kepada pemimpin politik
bahwa mereka sangat diamati dan dinilai kinerja (track record) dalam kepemimpinan politiknya. Selain itu, para
pemimpin politik menguji imbauan mereka pada khayalak partisipan yang
mengamati, para partisipan ini menggantikan para pemilih untuk digunakan oleh
pemimpin dalam menaksir kemungkinan berhasilnya kebijakan, program dan
pencalonannya.
Kedua, ada partisipan lainnya yang
tidak sekedar mengamati dan menilai, karena itu mereka lebih dari hanya
khalayak yang tak terorganisasi atau pengganti pemilih. Mereka adalah
orang-orang yang menghubungi dan bertukar pesan dengan pemimpin pemerintahan
dan bukan pemerintahan. Pada gilirannya para pemimpin politik itu memobilisasi
partisipan ini untuk mendukung atau menentukan kebijakan dan tujuan yang
diusulkan. Maka perangkat kedua dari partisipan ini terdiri atas orang-orang
yang tidak hanya menaruh perhatian dan minat, namun juga bisa dimobilisasi.
Untuk mendapat pengertian yang lebih baik tentang Pancasila yang dilakukan oleh
partisipan yang mengamati dan dimobilisasi ini dalam politik, kita akan
memperhatikan lebih seksama kegitan yang merupakan partisipasi politik.
Mula-mula kita akan teliti dimensi-dimensi partisipasi politik, tipe-tipe utama
partisipasi, dan faktor-faktor yang mempengaruhi apakah orang giat dalam
politik dan dengan cara bagaimana.
B. Dimensi Partisipasi Politik
Orang mengambil bagian dalam politik dengan berbagai
cara. Cara-cara itu berbeda dalam tiga hal atau dimensi, gaya umum partisipasi,
motif yang mendasari kegiatan mereka, dan konsekuensi berpartisipasi pada peran
seseorang dalam politik.
Gaya partisipasi
Gaya mengacu kepada
baik apa yang dilakukan maupun bagaimana ia melakukannya. Sebagaimana gaya
pembicaraan politik (seperti singkat, padat, jelas atau bertele-tele), gaya
umum partisipasi pun juga bervariasi.
1.
Langsung atau Mewakilkan : Ada orang yang melibatkan diri
sendiri (aktual) dengan hubungan yang dilakukan terus menerus dengan figur
politik. Hubungan tersebut dengan cara menelepon, mengirim surat atau email,
dan mengunjungi kantor pemerintahan. Yang lain bertindak terhadap
politikus, tetapi tidak bersama politikus. Misalnya, mereka memberikan suara
untuk memilih pejabat pemerintahan yang belum pernah dilihat atau ditemuinya.
Yang lain lagi dengan menonton televisi untuk mengetahui siapa yang terpilih
menjadi presiden atau walikota, dalam persaingan tersebut mereka tidak cukup
tergerak untuk memilih, jadi ambil bagian dengan cara turut merasakan (dengan
cara mewakilkan) dengan mengetahui siapa yang menang. Manakala komunikasi
interpersonal dengan pemegang jabatan memerlukan hubungan langsung, komunikasi
massa mengambil sifat wakilan (tidak langsung) dari hubungan komunikasi politik
tersebut.
2.
Kentara/ Tidak Kentara, jika seseorang mengutarakan
opini politik, hal itu bisa meningkatkan kemungkinan diperlohnya keuntungan
material (seperti jika mendukung kandidat politik dengan imbalan akan diangkat
atau masuk untuk menduduki jabatan dalam pemerintahan). Gaya ini melibatkan
keuntungan yang kentara (terlihat) dan intrumental. Ada partisipasi yang kurang
kentara, misalnya seperti upaya mendemontrasikan keunggulan statusnya kepada
kawan-kawan. Perhatikan seorang dosen yang keras kepala pada pendapatnya,
mempengaruhi mahasiswanya dengan tingkat pengetahuan dan informasinya yang
lebih tinggi, atau seorang wakil rakyat (DPR) kepada anggota yang lainnya.
Wakil Rakyat atau dosen itu seolah-seolah berkata “Anda harus menilai pandangan
saya lebih baik daripada pandangan anda karena saya lebih berpengetahuan”.
Akhirnya partisipasi bahkan bisa lebih tak kentara dan lebih ekspresif seperti
jika mengatakan “pembohong jahat” kepada seorang politikus yang berada di luar
jangkauan pendengaran dan penglihatannya. Orang itu merasa senang karena telah
mengatakannya, tetapi hal itu tidak mengubah perilaku orang tersebut sedikit
pun.
3.
Individu/kolektif,
bahwa tekanan
dalam sosialisasi masa mahasiswa adalah gaya partisipasi individual (memberikan
suara, mengirim surat kepada pejabat, atau mengirim opini politik melalui surat
kabar), bukan pada memasuki kelompok terorganisasi atau pada demonstrasi untuk
memberikan tekanan kolektif kepadapembuat kebijakan. Ketika keluar dari dunia
pendidikan bisa muncul lebih banyak gaya kolektif-masuk ke dalam partai
politik, berusaha menjadi kandidat politik, menjadi aktif dalam serikat buruh
atau dalam lembaga politik non pemerintah.
4.
Sistematis/Acak, beberapa individu
berpartisipasi dalam politik untuk mencapai tujuan tertentu, mereka bertindak
bukan karena dorongan hati melainkan berdasarkan perhitungan, pikiran,
perasaan, dan usul mereka untuk melakukan sesuatu bersifat konsisten, tidak
kontradiksi, dan tindakan mereka berkesinambungan dan teguh. Bukan
sewaktu-waktu atau dengan intensitas yang berubah. Orang-orang demikian
menunjukan gaya sistematis, bukan gaya yang acak.
5.
Terbuka/Tersembunyi, orang yang mengungkapkan opini
politik secara terang-terangan dan tanpa ragy-ragu, dan yang menggunakan
berbagai alat yang dapat diamati untuk melakukannya bergaya berpartisipasi
terbuka. Yang lain sangat hati-hati dalam pandangannya, misalnya selalu
merahasiakan pilihannya, dan sangat memuji kerahasiaan surat suaranya.
6.
Berkomitmen/Tak berkomitmen, warga negara berbeda-beda
dalam intensitas partipasi politiknya. Orang yang sangat mendukung tujuan, kandidat,
kebijakan, atau program bertindak dengan bersemangat dan antusias, ciri yang
tidak terdapat pada orang yang memandang pemilu hanya sebagai memilih antara si
A dan si B yang tidak ada bedanya sama sekali.
7.
Senang dan Menderita, bahwa seseorang bisa menaruh
perhatian kepada politik dan melibatkan apapun konsekuensi yang akan terjadi
(misalnya akan mendapat penderitaan), karena kegiatan politik itu sendiri
merupakan kegiatan yang menyenangkan. Yang lain ingin mencapai sesuatu yang
lebih jauh dari politik melalui partisipasi. Mereka bisa jadi ingin lebih
berpengetahuan, memenangkan argumentasi, memilih pejabat pemerintahan, atau
meningkatkan perbaikan sekolah. Orang yang menaruh perhatian pada pengajuan
tujuan yang kentara maupun tak kentara bisa mengalami apa yang oleh Stephenson
disebut derita komunikasi, mereka yang menikmati keiikutsertaan dalam politik
semata-mata karena hal itu menyenangkan dan tanpa tujuan yang lebih jauh,
memetik ganjaran dari kesenangan komunikasi.
C. Motif Partisipasi
Berbagai faktor meningkatkan atau menekan
partisipasi politik. Salah satu perangkat faktor seperti itu menyangkut motif
orang yang membuatnya ambil bagian. Motif-motif ini seperti gaya partisipasi
yang diberikannya berbeda-beda dalam beberapa hal :
1.
Sengaja/Tak Sengaja, beberapa warga negara mencari
informasi dan peristiwa politik untuk mencapai tujuan tertentu. Mereka bisa
berhasrat menjadi berpengetahuan, mempengaruhi suara legislator, atau
mengarahkan kebijaksanaan pejabat pemerintahan. Bagi mereka politik itu bertujuan
dan hal yang disengaja. Yang lain melakukan kegiatan politik hampir secara
kebetulan, barangkali mereka terlibat ke dalam cerita politik, menemukan stiker
kampanye menempel pada bumper mobil dan sebagainya. Yang menyebabkan mereka
berpartisipasi adalah karena keadaan, bukan dengan secara sengaja.
2.
Rasional/Emosional, orang yang berhasrat mencapai
tujuan tertentu, yang dengan teliti mempertimbangkan alat alternatif untuk
mencapai tujuan itu, dan kemudian memilih yang paling menguntungkan dipandang
dari segi pengorbanan dan hasilnya, disebut bermotivasi
rasional. Sebaliknya, beberapa orang yang bertindak tanpa berfikir,
semata-mata karena dorongan hati. Kecemasan, kekhawatiran, frustasi,
kecenderungan, praduga harapan dan cita-cita, dan perasaan lain yang tidak
ditentukan, telah memotivasi partisipasi
emosional (sering dengan gaya ekspresif).
3.
Kebutuhan Psikologis/Sosial, kadang-kadang orang memproyeksikan kebutuhan
psikologis mereka pada objek-objek politik. Misalnya dalam mendukung pemimpin
politik karena kebutuhan yang mendalam untuk tunduk kepada autoritas, atau
ketika memproyeksikan ketidakcukupannya pada berbagai kelas “musuh” politik
yang dipersepsi-minoritas, negara asing, atau politikus dari partai oposisi.
Yang lain menggunakan politik untuk meningkatkan persahabatan sosial,
mengindentifikasikan diri dengan orang-orang yang statusnya diinginkan, atau
meningkatkan posisi kelompok sosial mereka terhadap kelompok sosial yang lain.
4.
Diarahkan dari dalam/dari luar, perbedaan partisipasi politik
yang diarahkan dari dalam diri pribadi dan dari luar erat hubungannya dengan
motivasi batiniah dan motivasi sosial untuk partisipasi politik orang yang
diarahkan oleh dirinya sendiri adalah orang yang beraksi sendiri,yaitu
orientasi dan kecenderungannya diperoleh dari bimbingan orang tuanya : “Karena arah yang diambil dalam
kehidupannya telah dipelajari dalam keluasan pribadi dalam rumah tangga
(keluarga) dari sejumlah kecil pedoman, maka orang yang dirahkan oleh dirinya
sendiri bisa sangat stabil”. Sebaliknya, orang yang diarahkan dari luar
lebih kosmopolitan menanggapi berdasarkan orientasi yang diperoleh dari
lingkungannya yang jauh lebih luas ketimbang hanya orang tua. Moral dan prinsip
memotivasi orang yang diarahkan oleh dirinya sendiri, hasrat untuk menyesuaikan
diri dan berada di dalam secara sosial mendorong orang yang diarahkan dari
luar.
5.
Berfikir/tanpa berfikir, setiap orang berbeda dalam
tingkat kesadarannya ketika menyusun tindakan politik. Perilaku yang dipikirkan
meliputi interpretasi aktif dari tindakan seseorang dan perkiraan konsekuensi
tindakan itu terhadap dirinya dan orang lain. Kegiatan yang tidak dipikirkan
seperti terseret orang banyak, membuat kerusuhan tanpa tujuan, partisan yang
bersemangat atau meneriakan dengan slogan idiologi-menunjukkan kurangnya
penggunaan pikiran di pihak individu. Misalnya bisa jadi seseorang tidak
bermaksud ikut dengan demonstrasi yang menggunakan kekerasan, tetapi ia
terseret oleh keadaan dan peristiwa.
D. Konsekuensi Partisipasi
Pembahasan mengenai
segi partisipasi politik yang dipikirkan dan interpretatif dibandingkan dengan
jenis yang kurang dipikirkan dan lebih tanpa disadari menimbulkan pertanyaan
tentang apa konsekuensi partisipasi bagi peran seseorang dalam politik pada
umumnya.
1.
Fungsional/disfungsional, tidak setiap bentuk partsipasi
memajukan tujuan seseorang. Jika, misalnya tujuan seorang warga negara adalah
melaksanakan kewajiban kewarganegaraan yang dipersepsi, maka pemberian suara
merupakan cara fungsional untuk melakukannya. Namun jika orang itu ingin menggulingkan
seluruh aparat pemerintah, maka pemberian suara relatif tidak banyak membantu
tujuan itu, setidak-tidaknya seperti pada umumnya yang berlaku di negara
Indonesia, pemberian suara rakyat tidak mendukung maksud diadakannya suatu
revolusi sosial dan politik.
2.
Sinambung/terputus, Jika partisipasi politik
seseorang membantu meneruskan situasi, program, pemerintah, atau keadaan yang
berlaku. Maka konsekuensinya sinambung. Jika partisipasi itu mengganggu
kesinambungan kekuatan yang ada, merusak rutin dan ritual, dan mengancam
stabilitas, partisipasi itu terputus. Partisipasi pemilih pada umumnya
sinambung, peledakan pesawat atau mengancam dengan sandera, penculikan dan
pembunuhan terhadap aktivis politik mempunyai konsekuensi yang terputus.
3.
Mendukung/Menuntut, melalui beberapa tipe
tindakan, orang menunjukkan dukungan mereka terhadap rezim politik yang
ada-dengan memberikan suara, membayar pajak, mematuhi hukum, menyanyikan lagu
kebangsaan, berikrar setia kepada bendera, dan sebagainya. Melalui tindakan yang
lain mereka mengajukan tuntutan kepada pejabat pemerintahan-mengajukan petisi
kepada anggota wakil rakyat (DPR) dengan surat, kunjungan, dan telepon. Melobi
atau menarik dukungan finansial dari kampanye kandidat.
0 komentar:
Posting Komentar