Jumat, 06 April 2012

Partisipasi dalam Politik : Konsekuensi Komunikasi yang Mempolitikan


Berpartisipasi dalam Politik :
Konsekuensi Komunikasi yang Mempolitikan

Mohammad Ali Andrias,S.IP.,M.Si

Melalui pengalaman sosialisasi dan komunikasi, orang akan mengembangkan kepercayaan, nilai dan pengharapan yang relevan dengan politik. Apakah hal ini mengakibatkan orang dewasa akan berperan aktif dalam politik, yang bergantung pada terbukanya dan tanggapan orang tersebut terhadap komunikasi yang mempolitikan, maupun komunikasi yang mensosialisasikan. Pembahasan ini akan menguraikan hubungan diantara komunikasi politik dengan partisipasi politik. Fokus dalam pembahasan ini akan mengamati tipe-tipe orang yang akan mengambil bagian dalam politik, bagaimana mereka melakukannya, dan faktor-faktor yang berkaitan dengan pendorongan atau pengurangan kegiatan politik mereka. Akhirnya kita bisa meneliti satu faktor secara rinci, yaitu sebagaimana partisipan menanggapi komunikasi politik.

A.    Komunikator Politik Sebagai Partisipan Politik

Dalam bagian ini akan mencoba menguraikan tipe-tipe orang seperti politikus, komunikator profesional, dan aktivis politik yang memainkan peran kepemimpinan dalam komunikasi politik. Politikus  baik yang mewakili anggota/golongannya atau politikus idiolog, berkomunikasi untuk kepentingan para pemilih atau untuk kepentingan tujuan. Juru bicara kelompok terorganisasi dan pemuka pendapat (pengamat politik) memainkan peran yang jauh lebih aktif dalam komunikasi politik dibandingkan dengan warga negara pada umumnya.
Meski pada pertemuan sebelumnya kita menekankan peran kepemimpinan sebagai komunikator politik, kita juga mengemukakan bahwa para pengikut politik pun adalah komunikator. Lebih dari itu, kita membedakan orang yang merupakan pengikut politik (partisipan politik) mereka yang menaruh minat aktif dalam politik dan bukan pengikut politik (mereka yang tidak tahu menahu atau apatis terhadap urusan politik). Dalam bahasan ini perhatian kita adalah pada pengikut yang aktif dan berminat yang diberi label sebagai partisipan politik. Bukan pada pemimpin politik atau bukan pada pengikut. Dalam komunikasi politik, partisipan politik adalah anggota khalayak yang aktif yang tidak hanya memperhatikan apa yang dikatakan oleh para pemimpin politik, tetapi juga menanggapi dan bertukar pesan dengan para pemimpinnya. Ringkasnya, partisipan politik melakukan kegiatan bersama-sama dengan para pemimpin politik, yaitu mereka sama-sama komunikator politik.
James Rosenau, mencoba menguraikan pandangannya dengan cara memperhatikan dua perangkat utama warga negara yang merupakan khalayak dari partisipan dalam komunikasi politik. Pertama, terdiri atas orang-orang yang sangat memperhatikan politik, tidak hanya selama bertahun-tahun pemilihan umum (pemilu), tetapi juga diantara pemilu tersebut, para pengamat politik ini berlaku sebagai khalayak tak terorganisasi bagi imbauan pemimpin politik, mereka disiarkan ditelevisi ketika mengutarakan pendapatnya, membaca surat kabar dan menulis opini di dalam surat kabar, mengikuti ceramah dan pidato politik, mengajukan pertanyaan kepada pemimpin politik yang menyampaikan informasi-informasi politik, berbicara politik dengan kawan dan kenalannya dan berbagai aktivitas lainnya mengikuti perkembangan politik di dalam negeri maupun luar negeri.
Melalui kegiatan ini para pengamat (partisipan politik) mengingatkan kepada pemimpin politik bahwa mereka sangat diamati dan dinilai kinerja (track record) dalam kepemimpinan politiknya. Selain itu, para pemimpin politik menguji imbauan mereka pada khayalak partisipan yang mengamati, para partisipan ini menggantikan para pemilih untuk digunakan oleh pemimpin dalam menaksir kemungkinan berhasilnya kebijakan, program dan pencalonannya.
Kedua, ada partisipan lainnya yang tidak sekedar mengamati dan menilai, karena itu mereka lebih dari hanya khalayak yang tak terorganisasi atau pengganti pemilih. Mereka adalah orang-orang yang menghubungi dan bertukar pesan dengan pemimpin pemerintahan dan bukan pemerintahan. Pada gilirannya para pemimpin politik itu memobilisasi partisipan ini untuk mendukung atau menentukan kebijakan dan tujuan yang diusulkan. Maka perangkat kedua dari partisipan ini terdiri atas orang-orang yang tidak hanya menaruh perhatian dan minat, namun juga bisa dimobilisasi. Untuk mendapat pengertian yang lebih baik tentang Pancasila yang dilakukan oleh partisipan yang mengamati dan dimobilisasi ini dalam politik, kita akan memperhatikan lebih seksama kegitan yang merupakan partisipasi politik. Mula-mula kita akan teliti dimensi-dimensi partisipasi politik, tipe-tipe utama partisipasi, dan faktor-faktor yang mempengaruhi apakah orang giat dalam politik dan dengan cara bagaimana.
B.  Dimensi Partisipasi Politik

Orang mengambil bagian dalam politik dengan berbagai cara. Cara-cara itu berbeda dalam tiga hal atau dimensi, gaya umum partisipasi, motif yang mendasari kegiatan mereka, dan konsekuensi berpartisipasi pada peran seseorang dalam politik.

Gaya partisipasi

Gaya mengacu kepada baik apa yang dilakukan maupun bagaimana ia melakukannya. Sebagaimana gaya pembicaraan politik (seperti singkat, padat, jelas atau bertele-tele), gaya umum partisipasi pun juga bervariasi.

1.       Langsung atau Mewakilkan : Ada orang yang melibatkan diri sendiri (aktual) dengan hubungan yang dilakukan terus menerus dengan figur politik. Hubungan tersebut dengan cara menelepon, mengirim surat atau email, dan mengunjungi kantor pemerintahan. Yang lain bertindak terhadap politikus, tetapi tidak bersama politikus. Misalnya, mereka memberikan suara untuk memilih pejabat pemerintahan yang belum pernah dilihat atau ditemuinya. Yang lain lagi dengan menonton televisi untuk mengetahui siapa yang terpilih menjadi presiden atau walikota, dalam persaingan tersebut mereka tidak cukup tergerak untuk memilih, jadi ambil bagian dengan cara turut merasakan (dengan cara mewakilkan) dengan mengetahui siapa yang menang. Manakala komunikasi interpersonal dengan pemegang jabatan memerlukan hubungan langsung, komunikasi massa mengambil sifat wakilan (tidak langsung) dari hubungan komunikasi politik tersebut.
2.       Kentara/ Tidak Kentara, jika seseorang mengutarakan opini politik, hal itu bisa meningkatkan kemungkinan diperlohnya keuntungan material (seperti jika mendukung kandidat politik dengan imbalan akan diangkat atau masuk untuk menduduki jabatan dalam pemerintahan). Gaya ini melibatkan keuntungan yang kentara (terlihat) dan intrumental. Ada partisipasi yang kurang kentara, misalnya seperti upaya mendemontrasikan keunggulan statusnya kepada kawan-kawan. Perhatikan seorang dosen yang keras kepala pada pendapatnya, mempengaruhi mahasiswanya dengan tingkat pengetahuan dan informasinya yang lebih tinggi, atau seorang wakil rakyat (DPR) kepada anggota yang lainnya. Wakil Rakyat atau dosen itu seolah-seolah berkata “Anda harus menilai pandangan saya lebih baik daripada pandangan anda karena saya lebih berpengetahuan”. Akhirnya partisipasi bahkan bisa lebih tak kentara dan lebih ekspresif seperti jika mengatakan “pembohong jahat” kepada seorang politikus yang berada di luar jangkauan pendengaran dan penglihatannya. Orang itu merasa senang karena telah mengatakannya, tetapi hal itu tidak mengubah perilaku orang tersebut sedikit pun.
3.       Individu/kolektif, bahwa tekanan dalam sosialisasi masa mahasiswa adalah gaya partisipasi individual (memberikan suara, mengirim surat kepada pejabat, atau mengirim opini politik melalui surat kabar), bukan pada memasuki kelompok terorganisasi atau pada demonstrasi untuk memberikan tekanan kolektif kepadapembuat kebijakan. Ketika keluar dari dunia pendidikan bisa muncul lebih banyak gaya kolektif-masuk ke dalam partai politik, berusaha menjadi kandidat politik, menjadi aktif dalam serikat buruh atau dalam lembaga politik non pemerintah.
4.       Sistematis/Acak, beberapa individu berpartisipasi dalam politik untuk mencapai tujuan tertentu, mereka bertindak bukan karena dorongan hati melainkan berdasarkan perhitungan, pikiran, perasaan, dan usul mereka untuk melakukan sesuatu bersifat konsisten, tidak kontradiksi, dan tindakan mereka berkesinambungan dan teguh. Bukan sewaktu-waktu atau dengan intensitas yang berubah. Orang-orang demikian menunjukan gaya sistematis, bukan gaya yang acak.
5.       Terbuka/Tersembunyi, orang yang mengungkapkan opini politik secara terang-terangan dan tanpa ragy-ragu, dan yang menggunakan berbagai alat yang dapat diamati untuk melakukannya bergaya berpartisipasi terbuka. Yang lain sangat hati-hati dalam pandangannya, misalnya selalu merahasiakan pilihannya, dan sangat memuji kerahasiaan surat suaranya.
6.       Berkomitmen/Tak berkomitmen, warga negara berbeda-beda dalam intensitas partipasi politiknya. Orang yang sangat mendukung tujuan, kandidat, kebijakan, atau program bertindak dengan bersemangat dan antusias, ciri yang tidak terdapat pada orang yang memandang pemilu hanya sebagai memilih antara si A dan si B yang tidak ada bedanya sama sekali.
7.       Senang dan Menderita, bahwa seseorang bisa menaruh perhatian kepada politik dan melibatkan apapun konsekuensi yang akan terjadi (misalnya akan mendapat penderitaan), karena kegiatan politik itu sendiri merupakan kegiatan yang menyenangkan. Yang lain ingin mencapai sesuatu yang lebih jauh dari politik melalui partisipasi. Mereka bisa jadi ingin lebih berpengetahuan, memenangkan argumentasi, memilih pejabat pemerintahan, atau meningkatkan perbaikan sekolah. Orang yang menaruh perhatian pada pengajuan tujuan yang kentara maupun tak kentara bisa mengalami apa yang oleh Stephenson disebut derita komunikasi, mereka yang menikmati keiikutsertaan dalam politik semata-mata karena hal itu menyenangkan dan tanpa tujuan yang lebih jauh, memetik ganjaran dari kesenangan komunikasi.

C.  Motif Partisipasi
Berbagai faktor meningkatkan atau menekan partisipasi politik. Salah satu perangkat faktor seperti itu menyangkut motif orang yang membuatnya ambil bagian. Motif-motif ini seperti gaya partisipasi yang diberikannya berbeda-beda dalam beberapa hal :
1.        Sengaja/Tak Sengaja, beberapa warga negara mencari informasi dan peristiwa politik untuk mencapai tujuan tertentu. Mereka bisa berhasrat menjadi berpengetahuan, mempengaruhi suara legislator, atau mengarahkan kebijaksanaan pejabat pemerintahan. Bagi mereka politik itu bertujuan dan hal yang disengaja. Yang lain melakukan kegiatan politik hampir secara kebetulan, barangkali mereka terlibat ke dalam cerita politik, menemukan stiker kampanye menempel pada bumper mobil dan sebagainya. Yang menyebabkan mereka berpartisipasi adalah karena keadaan, bukan dengan secara sengaja.
2.        Rasional/Emosional, orang yang berhasrat mencapai tujuan tertentu, yang dengan teliti mempertimbangkan alat alternatif untuk mencapai tujuan itu, dan kemudian memilih yang paling menguntungkan dipandang dari segi pengorbanan dan hasilnya, disebut bermotivasi rasional. Sebaliknya, beberapa orang yang bertindak tanpa berfikir, semata-mata karena dorongan hati. Kecemasan, kekhawatiran, frustasi, kecenderungan, praduga harapan dan cita-cita, dan perasaan lain yang tidak ditentukan, telah memotivasi partisipasi emosional (sering dengan gaya ekspresif).
3.        Kebutuhan Psikologis/Sosial, kadang-kadang orang memproyeksikan kebutuhan psikologis mereka pada objek-objek politik. Misalnya dalam mendukung pemimpin politik karena kebutuhan yang mendalam untuk tunduk kepada autoritas, atau ketika memproyeksikan ketidakcukupannya pada berbagai kelas “musuh” politik yang dipersepsi-minoritas, negara asing, atau politikus dari partai oposisi. Yang lain menggunakan politik untuk meningkatkan persahabatan sosial, mengindentifikasikan diri dengan orang-orang yang statusnya diinginkan, atau meningkatkan posisi kelompok sosial mereka terhadap kelompok sosial yang lain.
4.        Diarahkan dari dalam/dari luar, perbedaan partisipasi politik yang diarahkan dari dalam diri pribadi dan dari luar erat hubungannya dengan motivasi batiniah dan motivasi sosial untuk partisipasi politik orang yang diarahkan oleh dirinya sendiri adalah orang yang beraksi sendiri,yaitu orientasi dan kecenderungannya diperoleh dari bimbingan orang tuanya : “Karena arah yang diambil dalam kehidupannya telah dipelajari dalam keluasan pribadi dalam rumah tangga (keluarga) dari sejumlah kecil pedoman, maka orang yang dirahkan oleh dirinya sendiri bisa sangat stabil”. Sebaliknya, orang yang diarahkan dari luar lebih kosmopolitan menanggapi berdasarkan orientasi yang diperoleh dari lingkungannya yang jauh lebih luas ketimbang hanya orang tua. Moral dan prinsip memotivasi orang yang diarahkan oleh dirinya sendiri, hasrat untuk menyesuaikan diri dan berada di dalam secara sosial mendorong orang yang diarahkan dari luar.
5.        Berfikir/tanpa berfikir, setiap orang berbeda dalam tingkat kesadarannya ketika menyusun tindakan politik. Perilaku yang dipikirkan meliputi interpretasi aktif dari tindakan seseorang dan perkiraan konsekuensi tindakan itu terhadap dirinya dan orang lain. Kegiatan yang tidak dipikirkan seperti terseret orang banyak, membuat kerusuhan tanpa tujuan, partisan yang bersemangat atau meneriakan dengan slogan idiologi-menunjukkan kurangnya penggunaan pikiran di pihak individu. Misalnya bisa jadi seseorang tidak bermaksud ikut dengan demonstrasi yang menggunakan kekerasan, tetapi ia terseret oleh keadaan dan peristiwa.



D.  Konsekuensi Partisipasi  
Pembahasan mengenai segi partisipasi politik yang dipikirkan dan interpretatif dibandingkan dengan jenis yang kurang dipikirkan dan lebih tanpa disadari menimbulkan pertanyaan tentang apa konsekuensi partisipasi bagi peran seseorang dalam politik pada umumnya.
1.         Fungsional/disfungsional, tidak setiap bentuk partsipasi memajukan tujuan seseorang. Jika, misalnya tujuan seorang warga negara adalah melaksanakan kewajiban kewarganegaraan yang dipersepsi, maka pemberian suara merupakan cara fungsional untuk melakukannya. Namun jika orang itu ingin menggulingkan seluruh aparat pemerintah, maka pemberian suara relatif tidak banyak membantu tujuan itu, setidak-tidaknya seperti pada umumnya yang berlaku di negara Indonesia, pemberian suara rakyat tidak mendukung maksud diadakannya suatu revolusi sosial dan politik.
2.         Sinambung/terputus, Jika partisipasi politik seseorang membantu meneruskan situasi, program, pemerintah, atau keadaan yang berlaku. Maka konsekuensinya sinambung. Jika partisipasi itu mengganggu kesinambungan kekuatan yang ada, merusak rutin dan ritual, dan mengancam stabilitas, partisipasi itu terputus. Partisipasi pemilih pada umumnya sinambung, peledakan pesawat atau mengancam dengan sandera, penculikan dan pembunuhan terhadap aktivis politik mempunyai konsekuensi yang terputus.
3.         Mendukung/Menuntut, melalui beberapa tipe tindakan, orang menunjukkan dukungan mereka terhadap rezim politik yang ada-dengan memberikan suara, membayar pajak, mematuhi hukum, menyanyikan lagu kebangsaan, berikrar setia kepada bendera, dan sebagainya. Melalui tindakan yang lain mereka mengajukan tuntutan kepada pejabat pemerintahan-mengajukan petisi kepada anggota wakil rakyat (DPR) dengan surat, kunjungan, dan telepon. Melobi atau menarik dukungan finansial dari kampanye kandidat.
















0 komentar:

Entri Populer