Membangun Oposisi Menuju Demokrasi Substansial
(Tinjauan Kritis Tenggelamnya Oposisi Partai Politik
Pada Pemerintahan SBY Jilid II )
Mohammad Ali Andrias
1. Staf Pengajar Program Studi Ilmu Politik FISIP Universitas Siliwangi Tasikmalaya
2. Alumni Jurusan Ilmu Politik FISIP Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Tahun 2005
Abstrak
Ketidakberdayaan munculnya partai politik yang berani mengatakan menjadi oposisi pemerintahan pada kabinet SBY jilid II, merupakan fenomena politik yang “unik” dalam membangun demokrasi. Selama sejarah perpolitikan di Indonesia selain pangkal permasalahan adalah sistem politik yang memungkinkan oposisi di Indonesia tidak bisa tumbuh dan berkembang dengan baik, akibat sentralistik, elitisme, dan antipublik, namun juga berpusar pada kekakuan struktur politik dan keterbelakangan sikap kultural masyarakat Indonesia yang paternalistik. Maka kerapkali kita selalu membaca dan menganalisis bahwa perkembangan kehidupan oposisi bertumpu pada kata demokratisasi.
Gelombang demokrasi yang substansial menjadi agenda penting di Indonesia, namun perlu ada komitmen pula dari wakil-wakil rakyat dan golongan menengah untuk memperbaiki sistem politik di Indonesia. Jangan sampai pandangan Lord Acton terhadap kekuasaan menjadi hal lumrah di Indonesia. Pemerintahan yang dipimpin oleh siapapun, jika sistem politik dan kultur yang sudah menjadi tradisi tidak akan menghadirkan sikap oposisi yang berani dan mantap
Sekalipun agak klise, namun tampaknya memang inilah agenda utama sistem politik kita saat ini. Yakni demokratisasi dalam pengertiannya yang mendasar (fundamental) dan substansial. Yang menjadi kebutuhan operasional dan konkret saat ini pertama-tama adalah memperbaiki cara pandang kita tentang proses demokratisasi. Demokrasi yang ditarik dan menumpukkan diri pada sebuah lingkaran elit politik cenderung akan menghasilkan sebuah demokrasi semu dan setengah hati. Diperlukan cara pandang baru yang melihat demokratisasi sebagai sebuah proyek massal yang menyentuh penguatan seluruh elemen masyarakat sipil. Demokratisasi dengan demikian tidak dipandang sebagai “gerakan menanti negara berhati baik”, melainkan gerakan mendesak untuk mengubah sikap negara melalu perubahan komposisi politik di dalamnya.
0 komentar:
Posting Komentar